Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[100 Hari Menulis Novel] #32 ALUY

22 April 2016   19:03 Diperbarui: 22 April 2016   19:07 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="DokPri: Sungkun Beach Sunset"][/caption]Bersama keyakinan akan dapatkan kehangatan lagi dari keluarga barunya, Baiq tetap memutuskan kembali pulang, bertemu ibunya. Bertemu keluarga Ranti, adik tirinya dan Galih, adik sepupunya.

(Epilog Aluy 31)

Aku tak membohongi Aluy. Aku hanya menunda cerita. Rasanya akan lebih baik bercerita padanya tentang hangatnya pertemuan besar pertama keluargaku, Ranti dan Galih. Aku merasa belum berhak senang, kini aku juga memiliki adik sepupu. Adik kandung dan adik sepupu. Berbeda dari Ranti, aku membunuh bapak adik sepupuku ini, menurut ibu.

Aku jadi mengingat bapak. Aku butuh mengingatnya. Saat belum kuliah, memiliki Aluy, kemudian mas Bagas dan anak-anak, seluruh hidupku tentang bapak dan aku. Selepas jumat, rumah besar dan kolam hanya milikku dan bapak. Semua kisah tentang kehidupan sekolah, para guru, impian-impianku tentang menjadi wanita pekerja. Tulisan-tulisan kecil, puisi-puisi tak berbentuk. Cerpen yang tak selesai. Bapak menjadi muara semuanya. Aku tak pernah sempat pikirkan tembok yang terjaga di hubunganku bersama ibu.

Sekarang tak ada bapak. Rumah besar dan kolam tiba-tiba terasa sangat jauh. Pembatasnya bukan lagi hanya tembok. Aku merasa semesta tak berbatas terbentang antara aku dan ibu.

“Sepertinya tadi di sini ada hujan besar yang tak curahkan airnya…”

“Ya. Mendungnya pindah ke sini!” Aku menunjuk wajahku sendiri.

Mas Bagas tertawa lepas.

“Ini latte buatanku. Aku yakin tak kan selezat dan pas seperti racikanmu. Tapi, setiap sesapnya sudah kupenuhi cinta dan kasih sayang…”

“Stop di situ. Mendungnya takkan hilang dengan gombal yang membosankan begitu,” kuraih mug dari tangan mas Bagas. Menyesapnya diam.

“Jadi? Bagaimana cara sapu mendung?” Abaikan kursi di sampingku, mas Bagas telah bersimpuh di depanku. Dua tanganku yang pegangi mug latte terperangkap di tangkup tangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun