"Anak saya mulai menyukai catur sejak masih enam tahun, Mbak. Tanya Mamak, dulu saat mengerjakan perahu Kak Taufan, Bani sudah pede menantang catur Mamak," tanpa diminta, bangga Pak Ozan berkisah.
"Iya. Susah sekali memenangkan permainan caturnya setiap melawan Bani," tegas Mamak. Predikat pecatur sepanjang masanya (lepel rumah kami ya) terusik oleh keteguhan Bani kecil dengan setiap langkah bidak yang dipilihnya.
"Meski semakin sering berpergian keluar kota untuk perlombaan-perlombaan catur, Bani tetap juara kelas."
Tercatat menjadi siswa kelas enam SDN 4 Labuhan Haji, risiko semakin dekatnya waktu ujian akhir sekolah sudah dipertimbangkan bersama. Baik Pak Ozan sebagai wali Bani, juga pengurus Percasi Lombok Timur.
"Wah, dari Januari kemarin saya sibuk terus mbak. Harus emailkan berkas ini itu, kartu keluarga segala macam. Syukurlah Pak Miftah, Ketua Percasi Lombok Timur, memberikan dukungan penuh. Beliau yang bersemangat mengingatkan saya menjalani semua proses itu. Termasuk menguruskan paspor dan visa Bani secara online," tambahan informasi lengkap lainnya dari Pak Ozan.
Ah, punya informan sebaik ini selalu menyenangkan. Meski di mini interview mendadak begini.
Tak terasa, selembar surat permohonan bantuan dana telah selesai saya ketik. Print out lima lembar, sembari ringan bergurau saya tegaskan untuk tak usah mengganti biaya tinta dan kertas warnet.
"Sudah, anggap saja ini bentuk dukungan saya, Kak Taufan dan Mamak buat Bani. Kami tak bisa berikan ongkos tambahan. Belum jadi pejabat semua ini," lebar senyum saya saat berucap.
"Oia, saya boleh menulis tentang Bani? Ini, lihat. Saya penulis di Kompasiana. Cuma bentuk lain dukungan buat Bani."
"Boleh."
"Punya akun fesbuk? Syukur-syukur ada foto Bani di masing-masing kejuaraan yang pernah diikutinya."