Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[100 Puisi] Pada Kendi Maling -Semoga- Mimpi Kami Membilang, Tak Hilang

16 Februari 2016   17:50 Diperbarui: 16 Februari 2016   18:34 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://hellolombokku.com/author/lysya/"][/caption] Kredit Foto : Sesama kontributor Web Hellolombokku.com Lisya Zahara

Jejari yang telah usai genapi wajib sampaikan bersuap rezeki ke lambung-lambung suami, anak-anak pun para papuq atau ninik

Jejari yang kembali raupi liat coklat tanah, merupanya ke berbagai bentuk

Pengumpul abu nikotin di asbak nan imut

Pengumpul air kehidupan di besarnya tong

Pemanis pandang di berbagai pajangan, satu set ukiran ikan hias, rumah para payung warna-warni, juga cukli-cukli tertanam sekedar pembanding guci keramik Tiongkok nan mahal

 

Jejari penampah beras, pemisah kulit ari dan si putih tertanak menjadi sesuap hangat nasi

Jejari yang jalani sekian hari tersisa pada hidup, meliat di campuran air, mengeras di gosokan batu hitam

Demi kilat gerabah pengundang rupiah

Demi halus rupa bentuk-bentuk mengeras selepas terbakar

Demi kukuh si Kendi Maling simpan setiap butir air di relung terdalamnya

 

Jejari pengusap peluh, tanpa keluh genggam kekayuan pendorong gerobak berkilo-kilo liat coklat tanah

Jejari tertangkup pun pengusap wajah selepas doa, pasrah pada rupiah yang masih enggan menghampiri

Pada rupiah yang lebih ramah di lemari-lemari pajang toko berdinding bagus, bercat warna warni

Pada rupiah perajin yang melanggani pameran berhiaskan lampu sorot putih cemerlang

Pada rupiah pemilik gerabah yang terjual di toko-toko dunia maya

 

Jejari yang menari tanpa harus teriring pandang mata, merupa setiap bentuk yang diinginkan, dibutuhkan

Jejari yang kadang tak sengaja ikut terpanggang di kayu pun arang terdorong di tungku-tungku pembakaran

 

Jejari para perajin tanpa hari libur, merupa liat coklat tanah, demi panci-panci tetap tertanakkan nasi

Jejari yang kadang siangi kangkung terpetik di sungai kampung, demi sepiring satu-satunya lauk makan di satu hari

 

Satu dari tiga ratus enam puluh lima berkali entah berapa, atau mungkin sekian belas windu

Generasi perupa gerabah yang setia dengan tungku bakar tanah berbahan kayu pun arang

Tak lagi jelas, lincah jejarinya merupa, apakah atas nama seni, atau sesuap nasi

 

*Selong 16 Februari

Sedikit olah diksi, teruntuk para inaq-inaq perajin gerabah desa Banyumulek kabupaten Lombok Barat, NTB. Lokasi KKN saya belasan tahun lalu.

[caption caption="Kantor Bupati Lombok Barat di Kompleks Giri Menang - DokPri."]

[/caption]Diksi dalam puisi, meramaikan 100 Pusi bagi Orang Kecil yang digawangi @Desol dan Pak @S Aji di ranah Kompasiana.

Glossary:

Papuq : Nenek, penggunaan kadang berbeda di desa lainnya di Lombok. Bisa juga untuk penyebutan Kakek.

Ninik   : sda untuk Papuq.

Cukli   : potongan kulit kerang putih sebagai hiasan pada gerabah atau kerajinan kayu khas Lombok.

Inaq    : Ibu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun