Mohon tunggu...
Ade Miko Pramudhito
Ade Miko Pramudhito Mohon Tunggu... wiraswasta -

blogger musim durian yang pada doanya terpanjat senja tertawan dan rembulan tak lekas pulang. bisa ditemui di instagram @adepramudhito

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menjadi Duta Muda Indonesia: Memaknai Proses dan Providentia Dei!

29 Maret 2016   15:52 Diperbarui: 29 Maret 2016   15:59 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

“Hidup ini seolah-olah sebagai kebetulan-kebetulan, tapi bagi saya itulah providentia Dei, itulah penyelenggaraan Tuhan.” Kutipan kalimat Jakob Oetama dalam kumpulan essay beliau berjudul ‘Bersyukur dan Menggugat Diri’ ini selalu tertanam di pikiran saya. Hidup memang penuh dengan kebetulan dalam hal baik maupun buruk dan di tahun 2015 satu kebetulan besar menghampiri saya. Terpilih menjadi delegasi Indonesia mewakili Provinsi Jawa Tengah untuk program Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP) adalah kebetulan yang datang menyusul kebetulan-kebetulan sebelumnya. 

Tepat sebelumnya kebetulan saya diamanahi menjadi ketua Bidang Kerjasama Internasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Semarang menyusul kebetulan sebelumnya menjadi Ketua Karang Taruna Semarang Selatan. Kebetulan-kebetulan tersebut membuat saya makin merunduk untuk belajar dengan sahabat-sahabat baru dari 11 negara peserta SSEAYP. Belajar menghormati sesama adalah tujuan program ini dibentuk selain untuk mengasah kemampuan leadership dan membangun jejaring antar pemuda se-ASEAN dan Jepang. Program SSEAYP dimulai tahun 1974 atas kerja sama Pemerintah Jepang dengan pemerintah negara-negara ASEAN. Di Indonesia sendiri pelaksanaan Program ini dikelola oleh Kementrian Pemuda dan Olah raga melalui sebuah program bertajuk Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN). Menjadi duta muda Indonesia bersama sahabat dari 28 Provinsi di Indonesia yang dipimpin oleh Ibu Syafwina, akademisi yang juga ahli bencana alam dari Universitas Syah Kuala Nangroe Aceh Darusalam ini merupakan pengalaman sekali seumur hidup yang sangat saya syukuri.

[caption caption="Kontingen Indonesia menggunakan seragam Kutu Baru sebagai salah satu seragam resmi Indonesia di program SSEAYP 2015."][/caption]

Program SSEAYP berlangsung selama 51 hari dan terbagi menjadi dua aktivitas besar yaitu on board activity di atas kapal MS Nippon Maru dan country program di negara-negara Tujuan. Progam SSEAYP di batch ke-42 ini dimulai tanggal 28 Oktober di Tokyo. Semua peserta berkumpul dan berorientasi dengan program di hotel The New Otani sebagai ajang perkenalan dengan kontingen negara lain. Peserta dipencar menjadi 11 kelompok yang disebut Solidarity Group (SG) dan saya masuk ke dalam SG F, bersama kelompok inilah saya habiskan aktivitas selama program. 

Setalah dua hari menginap, kami dan SG masing-masing pergi bersama-sama ke Perfektur yang berbeda-beda setiap SG-nya. SG F dijadwalkan menjalani Country Program di Perfektur Shimane. Selama empat hari kami tinggal bersama keluarga angkat, saya sendiri tinggal bersama sahabat dari Brunei bernama Aziz. Tinggal bersama keluarga angkat sangat mengesankan karena saya belajar adat hidup masyarakat yang tentu jauh berbeda dengan adat di kampung saya. Setelah empat hari ini tinggal di Shimane, tepatnya di kota Matsue kami kembali ke Tokyo dan kali ini tinggal di National Youth center (NYC) untuk mengikuti Youth Leader Summit 2015.

[caption caption="local youth dari perfektur Shimane menyambut kedatangan kami di bandara Izumo, perfektur Shimane."]

[/caption]

Youth Leader Summit (YLS) diselenggarakan mulai tanggal 2 hingga 3 November 2015. Pada hari kedua kontingen Indonesia menggelar pertunjukan yaitu tari Seudati selanjutnya pameran produk Indonesia, acara yang mendapat dukungan dari beberapa sponsor antara lain Tora bika dan Batik Jayakarta ini bertema kopi dan kain Indonesia. menampilkan koleksi kain tenun khas Indonesia dan kopi dari berbagai daerah. Pada hari ketiga kami berkumpul sesuai discussion group (DG) dan untuk pertama kalinya kami bertemu teman diskusi, saya sendiri tergabung dalam DG 6 dengan tema international relations. Diskusi berjalan menyenangkan dan DG saya dipimpin oleh fasilitator dari Filipina bernama Tito Aldecoa III yang akrab dipanggil ‘Jay’.

[caption caption="rehat di tengah sesi diskusi. sesi diskusi selama program berkonsep 'fun sharring'."]

[caption caption="presentasi kontingen Indonesia di group International Relations di suatu sesi diskusi. sesi presentasi dengan format 'role play' sangat menyenangkan dan mudah dipahami seluruh partisipan."]
[/caption][/caption]

Pada batch ke-42 ini kapal berlabuh di 4 negara dan peserta akan menjalani country program di negara-negara tersebut yaitu Filipina, Vietnam, Myanmar, dan Malaysia. Pada instutional visit di Filipina, saya dan DG 6 berkesempatan mengunjungi salah satu proyek JICA bernama REPSPSI yaitu sekolah vokasional di bidang perhotelan untuk masyarakat kurang mampu. Hari berikutnya saya tinggal bersama keluarga angkat di kota Dasmarinas provinsi Cavite selama tiga hari dua malam. Pada country program di Vietnam, saya bersama SG F mengunjungi Communist Youth Union district 10 kota Ho Chi Minh dan mendapat jamuan yang sangat hangat dari para local youth. Homestay di Vietnam adalah yang paling berkesan bagi saya, saya tinggal di rumah sederhana dengan keluarga yang sangat bersahaja mereka bahkan mengantar saya ke masjid ketika waktu salat jum’at tiba. Setiba di masjid keluarga saya mempekenalkan saya ke jemaah dan ketika salat jum’at berlangsung, secara mengejutkan sang Imam membawakan khotbah dalam bahasa Indonesia. 

Selesai salat saya menghampiri beliau dan mengungkapkan rasa kagum. Beliupun bercerita  pernah jadi santri di Jawa Timur. Sungguh sebuah pengalaman yang sangat berkesan dan tak terlupakan. Di Vietnam ini pula saya bertemu dengan homestay mate dari Jepang yang menjadi sahabat terdekat selama program layaknya saudara bernama Satoshi Murakami. Kemudian Myanmar, saya bersama DG 6 berkesempatan mengunjungi Yangon University of Foreign Language. Homestay di Myanmar sangat singkat, hanya dua hari satu malam namun sarat pelajaran hidup. Orang tua angkat saya merupakan profesor di Fakultas Kehutanan Yangon University. 

Dalam satu hari kami diajak berkunjung ke berbagai macam tempat. Mulai dari pasar Boyge, kampung Islam dan pesta pernikahan a la Myanmar. Malam harinya kami berkunjung ke Pagoda Swedagon yang sangat indah. Country program terakhir di Malaysia, bersama SG F berkunjung ke Radio televisi Malaysia didampingi fasilitator dari DG 8 dari Indonesia yaitu Teh Devi. Pada institutional visit ini kami belajar bagaimana jaringan berita dari Malaysia semenanjung (bagian barat) disalurkan ke Malaysia bagian timur (Borneo). Pada homestay program kali ini saya tidak kesulitan beradaptasi dengan keluarga angkat karena budaya serumpun melayu. Bapak angkat saya adalah mantan staff Kementerian Belia dan Sukan Malaysia untuk Negeri Sabah. Beliau memperkenalkan budaya Malaysia melalui tata cara hidup di rumah hingga mengajak kami jalan-jalan ke pasar dan banyak tempat wisata menarik di Negeri Sabah.

[caption caption="tamasya bersama ayah angkat selama sesi homestay di Jepang. saya tinggal bersama keluarga Koussei di Kota Matsue, Shimane."]

[/caption]

Selanjutnya pengalaman di atas kapal saya jabarkan dalam beberapa sub aktivitas. Yang pertama yaitu Club Activity, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan budaya dari masing-masing kontingen. Pada kegiatan ini, kontingen Indonesia menggelar pembuatan kaos jumputan Sunda, bow tie dari batik Madura, gelang resam Sumatera, serta yang paling heboh latihan tari Indang dan Kecak. Berikutnya adalah Voluntary Activity, pada aktivitas ini kontingen Indonesia menggelar tiga voluntary activity yaitu pemutaran film 5 cm dan Tabula Rasa serta jamuan minum kopi khas Indonesia dan Vietnam bertajuk ‘Coffee Night Party’.  

Terakhir  yang paling ditunggu-tunggu tentu saja National Presentation, karena melalui acara inilah kami bisa memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada semua peserta, admin program bahkan Kapten Kapal MS Nippon Maru. Pada National Presentation, kontingen Indonesia menggelar pertunjukan berjudul ‘Ratimaya Nusantara’ di mana kami mempersembahkan tarian Minahasa, Toraja, Orlapei, Enggang, Piring, Kembang Jatoh, Kepak sayap, dan koreografi sembari menyanyikan lagu Manuk Dadali, lagu kontingen berjudul Memoire, Gemilang, dan Doo-bee-doo. Puji syukur, penampilan kami mendapat apresiasi tinggi dari para hadirin di Dolphin Hall.

[caption caption="keceriaan kontingen Indonesia selepas menampilkan presentasi Nasional di hadapan seluruh peserta dan panitia program SSEAYP 2015"]

[/caption]

Di penutup program, bersama Rifi Fazrina perwakilan Provinsi Gorontalo, saya berkesempatan mewakili kontingen Indonesia membawakan presentasi post-program activity kontingen Indonesia di hadapan Cabinet office of Japan, Kedutaan besar negara-negara ASEAN, International Youth Exchange Organization -lembaga pertukaran pemuda Jepang yang mengelola program SSEAYP ini-, dan tentu seluruh peserta SSEAYP. Pengalaman ini membuat saya makin percaya bahwa, pun datang secara kebetulan sebenarnya kebetulan-kebetulan itu tidak datang tanpa proses. 

Di detik-detik awal naik panggung saya berusaha menguasai panggung dengan tidak lepas menatap seluruh hadirin hingga ke sudut-sudut terjauh. Di saat itu lah saya flashback sejenak mengingat pengalaman-pengalaman pidato sebelumnya. Ya, saya pernah pidato di depan guru saya di kelas ketika SD, di depan Pak Lurah ketika SMP, di depan Pak Camat dan Bupati ketika kuliah, di depan Walikota ketika memimpin organisasi dan kini di depan petinggi-tinggi negara se-ASEAN dan Jepang. Gugup hilang dan kalimat pertama meluncur sudah tanpa beban “A very good afternoon Ladies and Gentlemen, on behalf of Indonesian contingent. We, Ade Pramudhito and Rifi Fazrina would like to present our post-program activity.”

[caption caption="Bersama Rifi Fazrina (Perwakilan Provinsi Gorontalo) menyampaikan presentasi pada sesi penutup program SSEAYP 2015"]

[/caption]

Begitulah perjalanan saya bersama sahabat-sahabat dari 11 negara. Dengan memahami sesama dan bersama-sama kita bisa menciptakan hal baik yang lebih besar lagi. Meminjam kalimat Handry Satriago -CEO General Electric Indonesia- “Pilihan cara dalam menghadapi hidup, tidak pernah lepas dari teladan yang diberikan orang-orang di sekitar kita”. Penyelenggaraan Tuhan melalui program SSEAYP ini membuat siapa saja yang kebetulan ikut program ini merubah mindsetnya untuk meneladani sekaligus menjadi teladan orang-orang di sekitarnya.

[caption caption="Foto bersama patung Hachiko, 'folk legend' di Jepang sembari menikmati waktu luang berpelesir Kota Tokyo."]

[/caption]

Bagi Kompasioner berumur antara 20 hingga 30 tahun, sangat saya rekomendasikan menjadi bagian dari program pertukaran pemuda antar negara (PPAN) ini. Informasi seleksi bisa sahabat dapatkan dari Kemenpora melalui Dinas Pemuda dan Olah raga atau Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) di provinsi masing-masing. Untuk provinsi Jawa Tengah silahkan kunjungi www.pcmijateng.com , selamat mencoba dan semoga sukses. Indonesia jaya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun