Mohon tunggu...
Musdalin
Musdalin Mohon Tunggu... wiraswasta -

Diam itu emas

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Merananya Pecinta Liga Indonesia di Pelosok Desa

8 April 2015   13:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:22 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Liga Indonesia sudah dimulai, dan masyarakat pencinta bola Indonesia semakin merana. Bagaimana tidak merana, kompetisi Nasional yang dulu bisa disaksikan dipelosok-pelosok desa melalui layar televisi sekarang menjadi barang mahal yang tidak bisa lagi dinikmati masyarakat kelas bawah.

Liga Indonesia yang kabarnya di kontrak dengan nilai Rp. 1,5 trilliun per 10 tahun oleh BVSport bagaikan kompetisi yang tidak mempunyai nilai jual di negeri sendiri. Dengan kontrak yang mencapai Rp.1,5 t ternyata PT. LI masih belum mampu membayar kontribusi komersial Klub karena BVSport juga belum melunasi ke PT. LI. Pertanyaannya sekarang kalau BVSport tidak bisa membayar PT. LI bagaimana bisa mereka membeli hak komersial Liga dengan harga yang wah? Mereka mengkebiri hak masyarakat menonton Kompetisi sementara mereka juga tidak membayar kewajiban, atau mungkin Rp. 1,5 T itu hanya kontrak lisan yang tidak pernah ada?

Sekarang PT. LI/BVSport menjalin kerjasama dengan QNB yang nilainya tidak transparan atau tidak diketahui publik. Dengan durasi 3 tahun di iming-iming bisa mengangkat kompetisi Indonesia lebih baik lagi. Tapi benarkah Liga Profesional ini lebih menggema di seantero Indonesia? Kenyataannya tidak. Untuk daerah yang punya Club yang berkompetisi di Liga mungkin iya, tapi bagaimana dengan di Pelosok-pelosok yang hanya bisa menonton lewat parabola biasa?. Jangankan Nama liga yang sudah berganti nama, kapan mulainya Liga mereka banyak yang belum tahu.

Coba bandingkan dengan Liga Indonesia sebelum ada kontrak dengan BVSport, di setiap pelosok desa pasti ramai nonton bareng ketika ada ada pertandingan bola. Okelah kita berorientasinya bisnis, apa tidak bisa pemegang hak siar membiarkan stasiun TV semacam RCTI agar bisa memberikan biss key dari acakan siarannya untuk TV kabel atau masyarakat pemilik parabola di pelosok desa?

Tulisan ini hanya sebagai pelampiasan kekecewaan saya kepada PSSI danPT. LI yang lebih mementingkan bisnis daripada hak masyarakat untuk menikmati tontonan kompetisi negeri sendiri.

Dari Pelosok  Desa Leworeng, 8 April 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun