Menyoal Agenda Tahunan Penyelenggaraan Haji
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima, umat muslim pun sangat bersemangat untuk menjalankan ibadah tersebut. Menunaikan ibadah haji memerlukan usaha dan perjuangan yang besar. Mulai dari mengumpulkan uang, menunggu untuk waktu yang cukup lama, hingga persiapan kesehatan agar mampu untuk melaksanakan rentetan aktivitas di tanah suci.
Pada tahun 2023 ini penyelenggaraan ibadah haji mengalami beberapa persoalan. Dilansir dari kompas.com Achmad, anggota Komisi 8 DPR RI yang juga Tim Pengawas (Timwas) Haji, menilai pelayanan jemaah haji tahun 2023 ini sangat buruk. Mulai dari kamar hotel yang over capacty dan harus chek out lebih cepat.Â
Hal ini membuat jemaah haji terburu-buru dan barang-barangnya banyak yang ketinggalan. Persoalan makanan yang datang terlambat hingga jatah makan yang hanya 2 kali sehari sehingga banyak yang kelaparan. Tenda yang kurang, membuat jemaah berdesak-desakan bahkan kepanasan. Begitu pula bus-bus yang mengangkut sudah di carter malah diambil alih oleh negara lain.
Tahun ini kuota jemaah haji asal Indonesia memang lebih banyak dan mayoritas mereka adalah lansia. Kemenag menyebut Indonesia mendapat tambahan 8.000 kuota haji. Tambahan tersebut membuat Indonesia mendapatkan 221.000 kuota jemaah haji. Kuota ini terdiri dari dari 203.320 kuota jemaah haji reguler dan 17.680 kuota jemaah haji khusus. Kurangnya fasilitas tentu menyebabkan mereka kelelahan dan tidak khusuk dalam beribadah, bahkan tidak sedikit yang meninggal. Tahun ini diketahui sebanyak 514 orang jemaah haji meninggal dunia (liputan6.com 09/07/2023).
Menyikapi Masalah
Penyelanggaraan haji sudah dilaksanakan setiap tahunnya, maka seharusnya persoalan semacam ini dapat diantisipasi dengan baik. Perlu adanya mitigasi kedepan untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Ketika negara berani melobi otoritas Arab saudi berkaaitan dengan penambahan jumlah jemaah, maka fasilitas yang disiapkan juga harus sesuai. Terlebih lagi, masalah yang muncul tahun ini karena penambahan kuota.
Penyelenggaraan haji yang dilaakukan oleh negara merupakan salah satu bagian dari pelayanan negara kepada rakyat. Tentu negara wajib memberikan pelayanan yang maksimal. Memastikan rakyat dapat beribadah dengan nyaman.
Pelayanan Haji dalam Islam
Pelayanan haji saat ini dikembalikan kepada masing-masing negara. Setelah Kekhalifahan Islam runtuh pada 1924, umat Islam menjadi negeri-negeri muslim. Karena konsep nation-state yang tegak saat ini maka sistem penyelenggaraan haji jadi ribet karena administrasi.
Konsekuensi dari hukum syarak terkait kesatuan wilayah meniscayakan penyelenggaraan haji dari pusat Kehilafaan hingga ke daerah. Dalam sistem Islam, Khalifahlah yang berwenang mengatur dan mengoordinasikan penyelenggaraan haji.
Jemaah haji diseluruh dunia berstatus sebagai warga negara Khilafah, mereka bebas keluar masuk Makkah-Madinah tanpa visa. Mereka hanya perlu menunjukkan kartu identitas, mereka berupa KTP atau Paspor. Visa hanya digunakan oleh kaum muslim yang menjadi warga negara kafir, baik kafir harbi hukman maupun fi'lan. Begitu pula dengan jumlah kuota jemaaah haji ditetapkan oleh Khalifah.
Pada tataran taktis, dibentuk tim khusus yaitu departemen yang bertanggungjawab mengurus urusan haji. Mulai dari persiapan, bimbingan, pelaksanaan, hingga pemulangan ke daerah asal. Tidak berdiri sendiri, departemen ini bekerja sama dengaan depatemen lain, seperti; Departemen kesehatan untuk mengurus kesehatan jemaah; Departemen perhubungan dalam urusan transportasi.
Permasalahan berulang ini seharusnya dapat diantisipasi. Tidak cukup dengan melakukan evaluasi dalam tataran taktis, tetapi juga dengan paradigma sistem. Penyelenggaraan haji yang dilakukan dengan menghadirkan paradigma Islam kafah merepresentasikan kesatuan kaum muslim secara global dalam satu pengurusan seorang pemimpin Islam, yakni khalifah. Wallahualam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H