Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ancaman Nuklir di Semenanjung Korea dan Seni Kontrol Diri di antara Dua Blok

15 September 2024   15:20 Diperbarui: 15 September 2024   15:33 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Prabowo bersama Wakil Perdana Menteri sekaligus Menhan Australia Richard Marles, sumber: Instagram Prabowo

Genderang perang Blok Timur dan Barat kembali ditabuhkan setelah tiga dekade lamanya sempat terhenti. Di penghujung abad 20, Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat keluar sebagai pemenangnya sementara Uni Soviet dianggap kalah karena negara adidaya tersebut bubar menjadi negara-negara kecil.

Kini di pertengahan tahun 2024, genderang perang kedua blok tersebut mulai muncul kembali ke permukaan dengan ditandai Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif antara Rusia dengan Korea Utara. Hao Nan menyebut perjanjian antar kedua negara itu adalah perjanjian timbal balik yang saling menguntungkan terutama setelah Rusia menginvasi Ukraina sejak tahun 2022.

Korea Utara diduga mengirim pasokan senjata ke Rusia melalui wilayah perbatasannya sementara Rusia menyediakan dukungan dengan memasok kebutuhan energi, pangan, dan teknologi kepada Korea Utara. Apalagi Korea Utara menghadapi kesulitan ketika negaranya diembargo oleh sejumlah negara karena Negara Para Petapa tersebut terus-menerus melakukan uji coba nuklir dan dianggap mengganggu stabilitas keamanan regional.

Sementara di sisi lain, Amerika Serikat memperkuat kerja sama bidang militer dengan Korea Selatan dan Jepang. Kerja sama trilateral itu digenjot sebagai respons atas ancaman nuklir Korea Utara dan meningkatnya pengaruh regional China.

AS, Korsel, dan Jepang mengadakan latihan Freedom Edge selama tiga hari di Laut Timur pada Juni 2024. Latihan bidang rudal balistik dan pertahanan udara, perang anti-kapal selam, dan pelatihan siber defensif tersebut disebut Pyongyang sebagai tindakan militer yang provokatif seperti layaknya NATO tapi versi Asia. Padahal Pyongyang sendiri juga ikut memicu ketegangan dengan mengembangkan nuklir tanpa persetujuan dunia.

Perseteruan antar kedua blok tidak hanya mengkhawatirkan wilayah Semenanjung Korea saja melainkan seluruh kawasan di dunia, termasuk wilayah kedaulatan NKRI.

Ancaman Nyata Nuklir

Smith mendefinisikan kecemasan terhadap nuklir sebagai bentuk ketakutan akan perang dan konsekuensi yang ditimbulkan. Kecemasan tersebut tidak ujug-ujug muncul begitu saja, ada tanda-tanda yang memberi sinyal kepada suatu entitas bahwa negara-negara yang mengembangkan nuklir perlu diwaspadai.

Saking khawatirnya terhadap nuklir, negara-negara sepakat untuk membatasi diri dalam mengembangkan nuklir di negaranya. Upaya tersebut diwujudkan dalam Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT). Perjanjian Nonproliferasi Nuklir ini mengakomodasi kepentingan antarnegara pemilik senjata nuklir dan negara yang tidak mempunyai senjata nuklir.

Dalam sejarah panjangnya, nuklir masih menjadi momok menakutkan semenjak bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. James Scouras dari John Hopkins University berpendapat bahwa jatuhnya senjata nuklir tersebut telah mengakhiri Perang Pasifik yang jika dibiarkan maka Jepang akan terus melakukan invasi. Jika invasi Jepang diteruskan maka korban jiwa yang lebih besar akan terus berjatuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun