Menjadi guru menuntut saya untuk bisa berkamuflase menjadi apa saja. Awalnya saya kira tugas guru hanyalah sekadar mengajarkan ilmu kepada peserta didiknya, ternyata saya salah besar. Saya harus seperti bunglon yang siap mengubah warna kulit sesuai dengan kondisi di sekitarnya.
Di awal-awal saya mengajar itulah saya menjadi bunglon, saya diberi amanah menjadi anggota dari tim media resmi milik sekolah. Alasan kepala sekolah memilih saya adalah karena saya pernah bekerja di media koran sebagai wartawan dan pernah berkecimpung di dunia permedsosan perusahaan juga. Saya pun menyanggupi tawaran itu. Bagi saya, kepercayaan dari orang lain adalah sebuah kehormatan yang perlu dijaga.
Saya tidak sendirian di tim media sekolah. Bersama satu konten kreator dan satu videografer sekolah, saya berusaha membuat tayangan edukatif, informatif, dan hiburan seputar dunia pendidikan dan sekolah.
Saya dipercaya memegang konten khusus hiburan. Awalnya saya ragu-ragu, konten hiburan ini sangat rentan, jika saya keliru atau terlalu frontal dalam membuat konten, saya bisa kena kritik sana-sini. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka dibuatlah content planning setiap bulannya melalui Google Spreadsheet biar bisa saling dilihat dan diberi masukan oleh masing-masing anggota. Semua ide perencanaan tersebut dilakukan secara daring.
Saya juga diberi tugas mencari referensi video singkat atau reels agar ketika hendak mengambil gambar video semua berjalan lancar dan terkonsep dengan jelas. Alhasil, mau tak mau saya harus aktif di media sosial. Setiap selesai mengajar, saya pun selalu scroll Instagram dan Tiktok dengan tujuan mendapatkan ide segar untuk menghasilkan konten sekolah.
Beruntungnya sekolah saya menggunakan IndiHome, saya tidak perlu membutuhkan waktu lama hanya untuk loading page di gawai saya. Namun masalah lain datang, tidak selamanya saya mengerjakan semua tugas di sekolah, kadang saya sering membawa tugas sampai ke rumah. Bukan karena tugas saya tidak bakal selesai di sekolah namun membuat perencanaan benar-benar membutuhkan mood yang bagus untuk mendapatkan hasil maksimal.
Tugas media hanyalah secuil dari aktivitas saya yang bersinggungan dengan internet. Sebagai seorang guru di sekolah dengan slogan digitalnya, saya harus terus meningkatkan skill. Saya harus terbiasa dengan Canva untuk membuat presentasi secara daring, mencari video pembelajaran yang sesuai di YouTube, atau membuat soal melalui Kahoot, dan kadang juga ada rapat daring melalui Zoom bersama wali murid.
Selain sebagai guru di sekolah, saya juga adalah seorang penulis lepas. Kadang kala menulis di blog, kadang menjadi reviewer jurnal, dan kadang bantu-bantu dosen saya dulu untuk membuat tulisan ilmiah.Â
Belum lagi agenda di luar kepenulisan, di mana saya juga ikut kelas privat IELST secara daring, saya yang suka nonton film, baca buku digital, dan kadang main gim online. Kali ini saya benar-benar seperti bunglon. Saya siap menjadi apa saja dan melakukan aktivitas apa saja selama tugas utama saya sebagai guru tidak terabaikan.
Saya tidak bisa melakukan semua kegiatan di atas tanpa internet. Saya membutuhkan banyak referensi dan ide-ide segar yang hanya bisa saya dapatkan melalui gawai yang terhubung dengan internet. Saya pun tidak bisa melakukan semua kegiatan tersebut di sekolah. Saya hanya memiliki waktu terbatas di sekolah. Itu artinya saya butuh koneksi internet stabil dan murah sepulang dari sekolah atau saat saya berada di rumah tercinta.
Sebelum dan Sesudah Berkenalan dengan IndiHome
Sebelum mengenal IndiHome, saya sangat boros dalam penggunaan data internet. Setiap bulan, saya harus mengisi pulsa sebesar seratus ribu rupiah agar bisa berselancar di dunia maya padahal di rumah ada enam penghuni. Kadang kala bisa lebih boros lagi jika hari libur tiba karena otomatis saya seharian tidak ke sekolah dan WiFi kenceng itu hanya berada di sekolah.
Para penghuni lainnya di rumah pun seperti saya, mereka beli pulsa ratusan ribu rupiah untuk gawainya masing-masing. Mereka semua sama seperti saya, tidak bisa hidup tanpa koneksi internet karena tuntutan pekerjaan dan gaya hidup di era serba digital.
Akhirnya jurus Matematikaku keluar, bayangkan jika keenam penghuni rumah membeli pulsa kuota sendiri-sendiri maka kocek yang harus dikeluarkan bisa menembus angka enam ratus ribu rupiah setiap bulannya.Â
Coba bandingkan dengan ketika memasang provider internet (https://indihome.co.id/) IndiHome, masing-masing penghuni hanya perlu bayar setengahnya saja alias lima puluh ribu rupiah per kepala.
Tanpa babibu lagi, teman saya langsung menghubungi pihak IndiHome dan hari itu juga rumah dipasang IndiHome. Pihak IndiHome sangat responsif dan mereka juga sangat ramah kepada pelanggannya.Â
Begitu pemasangan beres, kami tinggal iuran untuk bayar tagihan bulanan. Pembayarannya juga mudah, tinggal buka mobile banking, selesai.
Kini saya tidak perlu cemas lagi jika kerjaan saya di sekolah belum kelar, saya bisa membawanya ke rumah dengan jaringan internet yang sama, IndiHome dari Telkom Indonesia.
Sesudah berkenalan lebih dekat dengan IndiHome, saya tidak pernah khawatir lagi dengan jaringan. Jaringan IndiHome mampu menembus hujan dan badai. Di daerah kaki pegunungan tempat saya tinggal juga tidak pernah ada masalah dengan jaringan IndiHome.
Ketika saya mencoba mengecek tes kecepatan jaringan IndiHome, hasilnya luar biasa mengesankan. Kecepatan download mencapai 29,08 Mbps sementara kecepatan upload menembus 5,92 Mbps. Padahal di luar sedang ada hujan petir.Â
Saya masih terus belajar dan akan terus belajar. Menjadi guru hanyalah sebagai profesi utama namun berkat internet saya bisa memiliki banyak sampingan yang meskipun belum semenghasilkan para Youtuber kenamaan Indonesia, setidaknya saya bisa melakukan banyak hal berkat internet provider IndiHome. Dan inilah yang biasa saya bagikan ke murid saya, mereka tidak perlu takut dengan masa depan, internet datang untuk menuntun ke arah yang lebih baik.