Sudahkah kalian membaca buku Neil deGrasse Tyson (NGT), berjudul Asal Mula Terjadinya Alam Semesta, Galaksi, Tata Surya, dan Kita? Jika belum, bacalah, maka kalian akan merasa sangat-sangat-sangat (bertriliunan sangat) kecil.
Banyak astronom nenek moyang kita sudah merasa bahwa kita hidup tidak sendiri, ada miliaran bintang di langit sana. Setelah penemuan modern terus berkembang, usut punya usut bintang adalah matahari. Artinya bintang itu memancarkan cahanyanya sendiri, dan masing-masing bintang memiliki planetnya sendiri.
Matahari yang dekat dengan kita saja tidak begitu besar, apalagi bintang-bintang lainnya yang terlihat kecil. Seberapa besar dan jauh matahari itu? Maka tak heran, masyarakat dulu ada yang menyembah matahari karena matahari terlihat lebih bersinar ketimbang bintang-bintang lainnya. Dari matahari juga, bumi yang tadinya gelap menjadi terang.
Nah, jika bintang (matahari) saja jumlahnya miliaran maka ada berapa pastinya planet yang mengitarinya? Yang jelas bukan lagi angka miliaran melainkan triliunan. Artinya ada triliunan planet seperti bumi di luar sana, dan kenapa manusia hanya ada di bumi? Kenapa tidak ada manusia sejenis di planet ke seratus juta sekian misalnya, di galaksi sekian dan di sistem tata surya kesekian?Â
Dan apa benar manusia tidak bakal mencapai planet lain selain di dalam sistem tata surya kita (planet-planet yang kita ketahui yang mengelilingi matahari)? Planet lain di sistem tata surya seperti Mars saja belum pernah kesentuh manusia langsung, apa lagi yang di luar sistem tata surya, mimpi apa?
Duh, pertanyaan-pertanyaan itu selain bikin takut juga bikin penasaran sampai kapan pun. Saya semakin banyak menemukan pertanyaan ketika Neil deGrasse Tyson (NGT) mengungkapkan bahwa sebenarnya kita hidup tidak di dalam satu alam semesta tapi para semesta (banyak semesta), artinya ada banyak semesta lain yang masih menjadi misteri.
Katanya juga, alam semesta ini bukannya mengerut tapi mengembang, artinya ada semesta-semesta baru tercipta setiap hari, betapa semakin kecilnya bumi apalagi manusia.
Bumi jika dibandingkan dengan planet-planet lain maka bumi bagai sebutir pasir (mungkin juga atom, karena alam semesta baru selalu ada), nah bagaimana dengan manusia? Manusia adalah atom yang hidup di dalamnya dalam (triliunan kali dalam) atom, saking kecilnya kita.
NGT menambahkan lagi, bahwa zat gelap di angkasa sana lebih banyak ketimbang terang (bintangnya), artinya ada ruang kosong lain yang misterius. Ini yang membuat NGT yakin bahwa kita tidak hidup dalam satu alam semesta tapi para semesta.Â
Jika melihat kenyataan ini, kadang saya bertanya, betapa tidak berharganya manusia di hadapan Tuhan yang menciptakan para semesta di angkasa sana. Tuhan tidak butuh kita yang bagai atom, tapi kita yang butuh Tuhan.Â