Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Pemuda Israel dan Palestina Bertemu dalam Satu Meja, Mereka Ternyata Maunya Begini...

23 Mei 2021   14:12 Diperbarui: 23 Mei 2021   14:17 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ran memberitahu bahwa tentara IDF hanya menembak jika mereka merasa terancam. Pendapat Ran ditambahkan oleh Dorit yang juga pernah mengabdi sebagai tentara Israel (IDF) bahwasannya jika mereka menembak ketika tidak terancam, mereka justru akan dipenjara. Logika ini dibantah oleh Hannah dan Arab Al Amin.

Menurut penuturan Arab Al Amin, tentara yang menembak adiknya bahkan tidak sehari pun dipenjara. Hannah juga demikian, tentara Israel yang menembak ayahnya tidak dipenjara sama sekali. 

Pertanyaan kedua, apakah Solusi Dua Negara (two state solutions) adalah yang terbaik? Dari keenam narasumber, hanya Arab Al Amin yang setuju bahwa pada akhirnya Palestina ingin negaranya sendiri begitu pula dengan Israel. 

Sedangkan Baraa tidak ingin ada negara Palestina ataupun Israel. Hanya hidup bersama, damai, tidak ada dinding pemisah atau checkpoint. Pendapat ini diamini oleh Ran namun Ran hanya mau satu negara di bawah kedaulatan Israel. Pendapat Ran, disambut tidak ramah oleh Arab Al Amin dan Hannah. Keduanya tidak setuju tanah mereka diatur oleh satu agama atau bangsa saja. 

Arab Al Amin memberi pertanyaan pada Ran, siapa nenek moyang berada, tujuh generasi ke atas? Dan jawaban Ran menggemparkan, bahwa tujuh generasi nenek moyangnya adalah orang Hungaria. Sementara Arab Al Amin mengatakan, sembilan generasi atas atau nenek moyangnya sudah menempati tanah mereka di Palestina.

Ran mengacu pada hukum internasional yang disepakati sehingga mengklaim bahwa Israel berhak punya tanah di sana, meski generasi ketujuh ke atas bukan atau tidak tinggal di tanah Palestina.

Jika dalam meja bersama saja mereka tidak saling mengakui, bagaimana di kehidupan mayoritas. Namun menit-menit terakhir video, ada sedikit sisi kemanusiaan datang, ketika ada pertanyaan, apakah mereka mau duduk bersama dan saling berbagi makanan bersama? Semua narasumber tidak ada yang menolak.

Dan ternyata si koki ada dua, koki satu dari Palestina dan satunya dari Israel. Mereka makan bersama makanan-makanan khas dari kedua negara. Selain itu mereka tak canggung untuk berswa foto bersama. Sungguh pengalaman yang sulit terjadi jika melihat konflik atau ketengangan saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun