Bangsa Filistin, begitu mereka menyebut, sudah menduduki tanah Kanaan sebelum Moses kembali dari Mesir ke Kanaan karena kejaran Firaun. Moses dan pengikutnya harus menghadapi bangsa Filistin, bangsa yang tinggal di bagian selatan Kanaan.
Akhirnya bangsa Filistin berbaur dengan bangsa Israel. Keberadaan Filistin ini masih diperdebatkan, ada yang percaya namun tak sedikit yang menyangkal.
Perseteruan politik membuat sejarah hanya dimiliki bangsa yang menang. Kemudian Jerusalem jatuh ke tangan Islam ketika Khalifah Umar bin Khattab memimpin pada tahun 638 M. Bangsa Arab pun mulai memadati kawasan suci tersebut dan Yahudi berbaur dengan Muslim sampai bertahun-tahun kemudian.
Lalu pada kurun waktu 691-692 M, Khalifah Abd al-Malik ibn Marwan dari Dinasti Ummayah membangun Qubbah al-Syakhra (the Dome of the Rock, bangunan yang sering dikira Masjid Al Aqsa padahal bukan). Masjid Umar bin Khattab juga turut didirikan.
Status Palestina-Israel tidak statis, apalagi ketika tentara Perang Salib mengambil alih kawasan Palestina-Israel pada abad ke 11. Tak lama kemudian Islam kembali meraih kawasan tersebut sampai bangsa Turki Utsmani berkuasa hingga berabad-abad kemudian.
Barangkali orang melihat peristiwa ini sebagai pertarungan Islam dan non-Islam, padahal warga di sekitar Palestina-Israel toh bisa hidup berdampingan.
Sayangnya Inggris yang datang sebagai kolonial, mampu meruntuhkan asas-asas perdamaian yang dibangun sejak lama. Inggris dengan banyak pertimbangan, menyerahkan wilayah itu pada kelompok Yahudi. Seperti inilah narasi dari sudut pandang Palestina yang merasa Balfour Declaration dan anggapan Israel soal tanah yang dijanjikan tidak sah.
Sudut Pandang Netral
Sepertinya jika melihat hitam-putih, klaim tanah Kanaan tidak akan selesai. Bangsa Palestina mempunyai versi sejarahnya sendiri dan Israel juga tak mau kalah. Hal ini diperparah dengan sikap saling curiga antar dua bangsa yang tiada habisnya.
Maka tak heran, ada banyak yang mengira-ngira, wilayah Israel-Palestina akan menyatu dan damai begitu kiamat akan datang. Kiasan ini mengisyaratkan, betapa sulitnya mencapai kesepakatan bersama.
Dulu sih ada yang berpendapat, Israel-Palestina dimarger jadi satu negara saja, tapi tidak memakai nama Israel atau Palestina namun usul ini sama mustahilnya karena masing-masing bangsa punya klaim sejarahnya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H