Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Halalbihalal, Model Silaturahmi Asal Indonesia dan Eksistensinya di Tengah Pandemi

14 Mei 2021   19:53 Diperbarui: 14 Mei 2021   20:02 1832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mengira bahwa tradisi halalbihalal adalah tradisi dari Jazirah Arab, begitu pula tradisi maaf-maafan dengan mengatakan "Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Batin." Bukan saya saja yang berpikiran demikian, apalagi keduanya memakai bahasa Arab.

Beberapa puluh tahun kemudian, saya baru menyadari bahwa halalbihalal adalah tradisi asal Indonesia begitu pula dengan ucapan khas di Hari Raya Idul Fitri, "Minal Aidin Wal Faizin."

Karena tulisan ini lebih banyak membahas terkait halalbihalal, saya sertakan video terkait herannya bule Mesir yang sudah cukup lama tinggal di Indonesia soal ucapan Minal Aidin Wal Faizin.

Kembali ke soal halalbihalal atau model silaturahmi asal Indonesia.

Jika merujuk pada KBBI, halalbihalal memiliki arti, maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang. Makna kedua, yang lebih singkat, berarti silahturahmi. Loh, kalau tradisi asal Indonesia, kenapa asal katanya tidak ada Indonesia-Indonesianya sama sekali?

Usut punya usut, halalbihalal adalah ide dari KH Wahab Hasbullah, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama. Bermula dari keresahan Bung Karno ketika harus menghadapi permasalahan disintegrasi bangsa karena memanasnya DI/TII di Jawa Barat dan PKI di Madiun. Bung Karno meminta usul dari KH Wahab Hasbullah untuk menyatukan berbagai perselisihan pendapat setelah Indonesia merdeka.

KH Wahab Hasbullah lantas memberi ide agar diadakan silaturahmi untuk mendinginkan suasana panas politik. Namun ide dari kiai asal Jombang itu ditolak oleh Bung Karno karena sudah biasa dilakukan dan terlalu umum.

Tak lama kemudian, KH Wahab Hasbullah memberi saran yang kemudian dinamakan "thalabu halal bi thariqin halal," atau disingkat halalbihalal. Bentuk agendanya tidak jauh berbeda dari silaturahmi, hanya nama dan momentumnya saja yang berbeda.

Menurut KH Wahab Hasbullah, halalbihalal memiliki arti mendalam yakni mencari penyelesaian masalah dengan cara memaafkan kesalahan. Lanjutnya, KH Wahab Hasbullah memberi fatwa bahwa saling serang dan menyalahkan hukumnya haram (dosa) maka harus dihalalkan biar semuanya kembali bersih atau suci dari noda dosa.

Halalbihalal pertama diadakan di sebuah gedung pertemuan selepas Hari Raya Idul Fitri yang mengundang berbagai masyarakat dan instansi, acara diakhiri dengan saling salam-salaman (tradisi khas Indonesia). Maka tak heran, halalbihalal ini terus dilestarikan di Indonesia. Selanjutnya halalbihalal semakin berkembang, dan tidak hanya dilakukan oleh lembaga negara, ada pula halalbihalal keluarga besar, sekolah, perguruan tinggi, sampai organisasi. 

Tujuannya, selain ajang silaturahmi, juga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Lantas bagaimana eksistensi halalbihalal di masa pandemi?

Saya rasa akan sulit mengadakan halalbihalal, karena agenda tahunan ini identik dengan salam-salaman secara langsung dan diadakan di ruang tertutup atau aula besar. Meski ada versi atau alternatif halalbihalal daring, tapi sejauh ini, di lingkaran saya belum ada undangan halalbihalal virtual (undangannya juga biasanya lewat medsos) mendarat di ponsel atau tangan dan sepertinya agenda tersebut bakal absen dulu seperti tahun kemarin.

Kenapa? Karena biasanya halalbihalal yang saya ikuti itu diselenggarakan di hotel. Sedangkan hotel melarang kerumunan massal. Biasanya setiap tahun, organisasi alumni Pesantren Tebuireng asal Pemalang, Pekalongan, dan Batang sering mengadakan halalbihalal antara para alumni, santri, dan kiai atau ustaz Tebuireng untuk memberi ceramah. Halalbihalal tersebut selain ajang silaturahmi juga ajang nostalgia dengan kawan pesantren baik yang sudah sukses maupun yang sedang merintis kesuksesan.

Selain itu, halalbihalal pun sulit diagendakan di tahun ini karena banyak pesertanya yang tidak pulang kampung. Ini menjadi problematika tersendiri. Halalbihalal di instansi pun tidak menunjukkan hilal. Semoga tahun depan, ada undangan halalbihalal dan pandemi segera pergi (meski agak pesimis karena Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda bakal hilang di waktu dekat).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun