Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kala Drakor Dicitrakan Negatif oleh Pesinema Indonesia, Mari Buktikan!

8 Januari 2021   21:13 Diperbarui: 8 Januari 2021   21:16 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bagaimana Menyadarkan Istriku yang Terlalu Terobsesi K-Pop" adalah judul yang sempat viral di jagad maya. Saya bukannya penggemar berat K-Pop atau drakor, namun saya kurang sependapat dengan sinema yang disiarkan di salah satu stasiun televisi swasta di negeri kita.

Herannya, saya yang terlanjur penasaran dengan sinema itu, saya menontonnya di aplikasi streaming. Seperti apa sih K-Pop dan drakor di mata sinema macam perazaban dan karma Indonesia. 

Inti ceritanya bukanlah K-Pop atau drakor, meski si pemeran perempuan kecanduan drakor dan K-Pop sampai lupa waktu dan suami namun drama perselingkuhan dengan pria yang lebih kaya adalah garis besar ceritanya. 

Saya tidak menontonnya sampai habis, saya selalu skip karena sinema seperti itu bukan kegemaran saya, mungkin bagi emak-emak itu sangat menarik. Dan tidak boleh sampai ketinggalan.

Lalu apa benar sih, drakor itu bikin candu dan membuat rumah tangga jadi berantakan seperti yang digambarkan sekilas dari sinema itu?

Kalau boleh jujur sih itu terlalu jauh. Sebelum membuat pertanyaan itu, seharusnya kita bertanya ulang, kenapa drakor bikin candu?

Jawabannya karena memang alur ceritanya bagus, akting aktrisnya gak ketulungan, dan proses syutingnya tidak main-main. Budget yang dikeluarkan per episode saja bisa sampai miliaran, pun dengan keuntungan yang didapatkan.

Harusnya sinema Indonesia melirik potensi macam ini. Kita bandingkan saja, ketika nonton sinema Indonesia, semua alur akan mudah ditebak, apalagi yang drama tentang perselingkuhan, karma, dan azab. Lain ceritanya dengan drakor yang membuat penontonnya akan bertanya-tanya dan selalu penasaran dengan episode yang akan datang.

Saya pernah maraton nonton drakor berjudul Voice 1. Sebuah drama yang menceritakan tentang misteri pembunuhan yang didalangi oleh orang kalangan atas. Setiap episodenya, ada saja klue yang harus dipecahkan, membuat penonton akan penasaran seperti saya.

Untungnya saya menonton itu ketika liburan semester jadi tidak menganggu kegiatan belajar saya. Saya menamatkan Voice 1 tak lebih dari seminggu. Karena drama ini bagus, dibuat Voice 2 dan Voice 3 tapi saya kurang begitu suka, lebih suka yang Voice 1.

Menonton drakor jika diibaratkan itu semacam virus. Mulanya ia tidak ada tanda-tanda terjangkit, bahkan orang yang tadinya membenci drakor akan berubah seratus derajat persen begitu menyaksikannya langsung.

Saya punya kawan seperti itu, mulanya ia mengejek saya yang nonton plastik (plesetan untuk pemeran Korsel yang doyan operasi plastik) namun ketika dia disodorkan file berisi puluhan drakor ia ketagihan. Bahkan minta nambah koleksi yang baru. Dalam hati saya berkata, tuh kan drakor itu memang bikin candu.

Andai saja pesinetron Indonesia mengambil hikmah dari fenomena candu drakor ini, pasti bisa mendatangkan prospek ekonomi yang besar. Tak sebatas industri filmnya saja tapi juga budaya dan pariwisata.

Saya sering berkhayal suatu saat ada drama Indonesia yang sebagus drama korea, terutama soal kerajaan.

Yah, drama korea tentang sejarah kerajaan mereka dikemas sangat epik dan tidak garing. Dari situlah banyak orang asing ingin berkunjung ke Negeri Gingseng, penasaran dengan bekas kerajaan mereka. Sementara di Indonesia, drama kerajaan hanya difokuskan pada kejar target bukan kejar potensi.

Coba pesinema Indonesia mengadopsi gaya drakor, pasti Indonesia yang kaya akan cerita sejarah kerajaan masa lampau akan setenar Korsel. Lihat saja Korsel, hampir semua negara mulai melirik industri hiburan di sana bahkan Arab Saudi yang mencanangkan Saudi Vision 2030 saja ikut-ikutan kepeleset dalam jurang kecanduan yang sama. Cuannya dapat, misi budayanya pun ikut-ikutan kecantol.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun