"Buat apa, mas. Kan bisa pakai nomer telepon kantor jika urusannya kantor."
"Si...siapa tahu, Kamu ingin makan siang bareng aku nanti."
"Oh...baiklah kalau itu bertujuan baik. Ini, mas," jawab Angel lirih dengan suara menggoda bag seorang pelakor.
Hari itulah Evan berubah lagi. Tadi pagi moodnya jelek seketika berubah sumringah begitu duduk bersama Angel di sebuah resto dekat kantor di siang terik.
Evan berbincang-bincang banyak hal kepada Angel. Begitu juga dengan Angel. Mereka juga duduk berdua saja, tidak ingin diganggu oleh teman sejawatnya.
Evan lupa bahwa dirinya sudah punya istri di rumah. Istrinya adalah wanita karir yang sering pulang larut malam untuk lembur. Akibatnya Evan jarang ditemani sang istri di kamar. Sehari-hari hanya tidur tanpa mengobrol, berangkat ke kantor dan makan malampun selalu pesan daring. Yah, istrinya tidak bisa masak sama sekali. Paling masak air sama mi instan.
Mungkin karena itulah Evan merasa kesepian akhir-akhir ini sampai semangatnya mulai luntur.
"Kamu setuju dengan wanita karir tidak, Angel?" tanya Evan sambil menyantap ayam goreng di resto ternama.
"Mau wanita karir atau bukan, semua itu pilihan, Mas Evan. Karena aku seorang wanita karir, aku yah setuju-setuju saja. Namun jika suaminya udah kaya raya tujuh turunan, mending sih jadi ibu rumah tangga saja. Kayak si Ningsih itu."
Apa daya, aku bukan suami kaya raya tujuh turunan. Angel pasti tidak mau kalau aku kencani atau aku ajak nikah sambut hati Evan yang meringis mendengar jawaban menohok dari Angel.
"Tapi kalau laki-lakinya kayak Mas Evan. Aku sih mau-mau saja. Siapa sih yang tidak mau bersama lelaki tampan kayak mas."