Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sindiran Giring Nyapres 2024: Presidential Threshold dan Capres Itu-itu Lagi yang Bikin Gerah

26 Agustus 2020   11:19 Diperbarui: 26 Agustus 2020   11:24 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Giring Nidji, pelantun lagu Laskar Pelangi yang belakangan aktif di Partai Solidaritas Indonesia diketahui akan menyalonkan diri pada perhelatan Pilpres 2024.

Tentu saja kabar tersebut menghebohkan jagat maya. Statusnya sebagai selebritas kenamaan Indonesia menambah daftar panjang kehebohan-kehebohan lainnya.

Bukankah selama ini tidak ada artis, penyanyi, atau aktor yang berani mencalonkan diri sebagai presiden? Kalau mencalonkan diri sebagai dewan sih banyak, pake banget malah.

Lihat saja! SBY, Jusuf Kalla, Wiranto, Megawati, Jokowi, dan Prabowo. Dari nama-nama tersebut, adakah yang berasal dari latar belakang sebagai seniman layar kaca?

Mungkin SBY bisa sedikit masuk kategori ini karena dirinya kerap kali bernyanyi dan membuat lagu, tapi profesi dia sebelumnya bukanlah penyanyi melainkan prajurit militer. Menyanyi hanya sebagai hobi sampingan.

Dan kebanyakan calon-calon presiden adalah pimpinan partai. Kalau bukan pimpinan partai, setidaknya punya jabatan oke di partai atau anak emas di salah satu partai karena berhasil menduduki kursi nomer satu di daerah.

Tapi bukan itu probelamatika terbesarnya, Giring tidak bisa maju sebagai Pilpres bukan karena dia berasal dari dunia hiburan, melainkan karena sistem PT yang masih menjadi momok menakutkan di Pilpres yang akan datang.

Seperti kita ketahui bersama, untuk bisa mencalonkan diri sebagai Pilpres, seseorang harus diusung oleh partai yang melewati ambang batas atau presidential threshold minimal 20 persen suara di Senayan dan 25 persen suara nasional pada Pemilu sebelumnya.

Jumlah tersebut tentu sangat tinggi dan membuat calon-calon berkualitas lainnya harus gigit jari menyaksikan calon pemimpin mereka yang itu-itu saja. Dan dari partai itu-itu saja.

Kenapa itu-itu saja? Karena sudah bisa ditebak dengan PT itu tadi. Logikanya, siapa partai yang mau berkoalisi dengan partai yang jumlah suaranya sedikit atau menempati urutan terbawah.

Kebanyakan partai pasti akan ramai-ramai mengekor ke partai yang memiliki banyak suara bukan? Karena dianggap aman, aman menjaga kepentingannya kedepan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun