Kedua, karma. Setiap perbuatan akan selalu berkaitan dengan hukum sebab-akibat, itulah definisi karma.
Perbuatan manusia ketika hidup di dunia ini memang sadar-tidak sadar selalu berkaitan satu sama lain. Jika sebelumnya kita selalu menyakiti hewan, bisa jadi suatu saat kita akan disakiti oleh hewan.
Tapi bukan berarti kita bersikap seolah-olah kita adalah Tuhan yang memberikan hukuman. Cukup bagi Tuhan saja yang berhak apakah seseorang itu mendapat karma atau tidak. Sebagai manusia, kita hanya bisa mengambil hikmah yang ada.
Pun dengan kematian jaksa Fedrik Adhar. Kita sebagai manusia biasa, tak elok mengatakan jika jaksa Fedrik Adhar mendapatkan karma karena berlaku tidak adil. Kalau memang demikian adanya, cukup pengadilan Tuhan saja yang bekerja di akhirat kelak.
Ketiga, "gak sengaja" corona. Meninggal di masa-masa pandemi ini memang mudah dilabeli corona meskipun bukan itu penyebab utama meninggalnya seseorang.
Dan yang namanya meninggal, pastilah tidak sengaja. Kalau meninggal disengaja itu artinya meninggal karena dibunuh, balik lagi ke poin satu terkait konspirasi jika skenarionya disengaja.
Jaksa Fedrik Adhar ini mulanya belum dikonfirmasi terkena Covid-19. Namun belakangan ada sebuah berita yang mengatakan bahwa Fedrik Adhar terkena Covid-19 lalu ditambah penyakit komplikasi yang diderita.
Kendati terkena Covid-19, itu sudah menjadi sebuah "resiko" bukan "gak sengaja" karena term "gak sengaja" seolah-olah negatif. Apalagi tuntutan pekerjaan jaksa yang mengharuskan bertemu orang baru setiap harinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H