Sebenarnya siapa sih yang berhak menilai makna dan filosofi dalam sebuah logo? Apakah warna-warna tertentu itu sudah jamak disepakati oleh seluruh warga bumi?
Kalau ditelusuri lebih dalam lagi, seharusnya yang bisa mendefinisikan secara akurat dari sebuah logo adalah si desainer atau pembuat logo dan si klien atau orang yang meminta dibuatkan logo.
Kedua elemen tersebut juga yang berhak mendeskripsikan makna dalam sebuah logo.
Lalu bagaimana dengan logo HUT RI 75?
Kalau ditelusuri lebih lanjut, baik si desainer maupun si klien tidak menyebutkan salib atau bendera Jepang di dalam logo HUT RI 75.
Bulatan merah yang dikira bendera Jepang adalah bulatan yang diartikan sebagai kefokusan, bukan cahaya matahari dalam bendera Jepang.
Kemudian garis-garis dari segala arah berbentuk persegi yang dikira membentuk salib adalah garis-garis yang menyimbolkan kemajuan, kemerataan, progres dan efisien.
Si desainer maupun pemerintah sudah menjelaskannya di berbagai situs daring maupun berita, harusnya masyarakat lebih percaya si pembuat logo ketimbang mengartikannya sendiri.
Ini seperti logo Walt Disney dan P&G yang dianggap menyimpan angka 666 sebagai sebuah konspirasi mistik dan satanisme. Padahal si pembuat logo tidak berkata demikian. Pun secara logika kurang masuk akal. Apa hubungannya perusahaan pembuat film-film anak dan produk kebutuhan sehari-hari ini dikaitkan dengan mistik dan satanisme.
Sama seperti logo HUT RI 75 yang dikait-kaitkan sesuatu yang tidak begitu berhubungan. Jadi kalau ditanya logo HUT RI 75 ini mirip salib atau bendera Jepang? Maka jawabannya tidak keduanya karena si pembuat logo dan si klien dalam hal ini pemerintah tidak menjelaskannya demikian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H