Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lakukan 3 Hal Ini Setelah Mengetahui Hasil Pengumuman SBMPTN

14 Agustus 2020   16:21 Diperbarui: 14 Agustus 2020   17:11 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membuka situs pengumuman SBMPTN, sumber: pixabay.com/janeb13

Pengumuman SBMPTN ini membuat jantung berdebar sangat kencang. Bagaimana tidak, perjuangan untuk mendapatkan salah satu kursi SBMPTN ini membutuhkan usaha yang lebih.

Usaha yang lebih pun sebenarnya tidak cukup kalau tidak beruntung. Apalagi jumlah total pendaftar SBMPTN 2020 ini sebesar 713.230 orang sementara yang diterima hanya sekian persennya saja.

Strategi dalam pemilihan program studi dan universitas pun dapat menentukan apakah akan diterima atau ditolak. Ketika tiba hari pengumuman semuanya campur aduk. Mungkin sebagian akan menangis, sebagian lagi bahagia, ada yang menyesal dan ada pula yang biasa-biasa saja.

Lalu apa yang patut kita lakukan setelah mengetahui hasil pengumuman SBMPTN.

Pertama, refleksi diri. Dulu saya senang sekali ketika warna pengumuman SBMPTN adalah hijau dengan kata selamat. Sebelumnya saat pengumuman SNMPTN undangan, saya ditolak. Penolakan itu membuatku belajar.

Yah, refleksi diri adalah sesuatu yang wajib kita lakukan, baik diterima atau ditolak saat pengumuman SBMPTN. Ketika saya ditolak waktu SNMPTN, saya mengubah skema prodi dan universitas yang saya pilih untuk jalur SBMPTN.

Dalam SNMPTN undangan yang menggunakan nilai rapot, nilai UN, dan sertifikat penghargaan, saya memilih kampus tiga teratas di Indonesia dengan jurusan tiga teratas yang paling diminati waktu itu.

Akhirnya ketika saya ditolak, saya harus legowo dengan kampus idaman saya. Saya pun mengubah universitas, selama program studi yang saya pilih adalah keinginan saya.

Saya pun mengikuti beberapa jalur mandiri sebagai jaga-jaga kalau tidak diterima SBMPTN. Namun karena keduluan menerima kelulusan SBMPTN di UIN Jakarta dengan jurusan Hubungan Internasional, saya mengabaikan pengumuman-pengumuman jalur mandiri dan memilih daftar ulang di sana.

Kalau ditolak, refleksikan dirimu. Ambil napas panjang tiga kali dan ucapkan, I'm Okay! Lalu putuskan baik-baik, mau gap year, lanjut swasta atau sambil berjuang di jalur mandiri PTN.

Kedua, penerimaan diri. Seringkali kita menolak menerima keputusan yang Tuhan berikan. Saya bukannya tidak mendukung gap year karena ditolak PTN namun penerimaan diri itulah yang membuat hati kita tenang, entah mau gap year, lanjut swasta, atau bekerja.

Kampus dan pilihan program studi ini ibarat jodoh. Tuhan pasti tahu mana jodoh terbaik kita selama kita tak lelah untuk berdoa dan berusaha.

Ketika saya ditolak jalur SNMPTN undangan, air mata langsung mengalir. Saya mengurung diri seharian. Saya lupa masih ada jalur SBMPTN dan jalur-jalur mandiri lainnya. Saya sendiri telah mencoba tujuh kali jalur masuk, dan dua di antaranya menerima saya.

Berbeda dengan adik saya, yang bersikap biasa saja ketika ditolak 6 jalur masuk PTN sampai akhirnya memilih gap year dengan kursus bahasa Inggris di Pare. Itung-itung menambah wawasan dan persiapan masuk PTN di tahun berikutnya.

Di tahun berikutnya, adikku pun diterima di PTN.

Hidup ini memang pilihan. Mau gap year, lanjut swasta, atau bekerja adalah pilihan yang tidak salah. Yang salah adalah tidak mau menerima takdir. Yang ada malah kita selalu menyalahkan diri sendiri atas kegagalan-kegagalan itu.

Ketiga, kehidupan pasca kampus yang sering dilupakan. Selama ini mereka yang diterima di PTN merasa bahwa masa depannya akan terang benderang. Padahal setelah lulus kuliah, kita masih harus berjuang dengan rentetan cobaan.

Kita juga harus menerima kenyataan bahwa mencari kerja itu tidak semudah mengembalikkan telapak tangan. Kita boleh saja merayakan kelulusan karena diterima masuk PTN namun jangan sampai berlebihan. Apalagi dengan pamer screenshot hasil pengumuman di media sosial, bagaimana dengan temanmu yang gagal? Cukup Tuhan, kamu, sahabat terbaikmu, gurumu dan keluargamu yang tahu.

Euforia masuk PTN menurutku itu hanya berada di tahun-tahun pertama kuliah. Di masa-masa akhir di PTN, tampaknya biasa-biasa saja. Toh jas almamater tidak mungkin kita pakai terus-menerus.

Ketika saya kerja pun demikian. Kawan-kawan satu perusahaan dengan saya berasal dari latar belakang universitas yang berbeda, ada yang negeri dan ada pula yang swasta. Ketika ada kawan kerja dari universitas beken pun kita merasa biasa saja.

Setelah saya resign kerja karena melanjutkan S 2 di Universitas Indonesia dengan beasiswa LPDP, saya pun merasa biasa-biasa saja. Euforia tidak seheboh waktu S 1 dulu. Hidup ini soal "kamu" karena kamu yang menjalankan hidup, bukan "PTN".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun