Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sisi Gelap Penghargaan Bintang Mahaputera Nararya dari Jokowi

13 Agustus 2020   18:07 Diperbarui: 13 Agustus 2020   17:55 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendapat penghargaan? Siapa yang tidak mau dan siapa yang tidak senang? Namanya disebut sebagai orang yang berjasa, memberikan dampak luas ke masyarakat dan kadang dapat komisi (uang) tambahan. Begitulah namanya penghargaan. Sekilas penghargaan merupakan sebuah alat ukur terhadap keberhasilan atau kesuksesan seseorang.

Bayangkan saja, jika orang yang mendapatkan penghargaan itu adalah kamu. Tentu orang-orang di sekitarmu akan mengagumimu. Apalagi jika kamu pamer dengan mengunduh piala, kalung, atau sertifikat penghargaanmu di media sosial lalu masuk halaman depan sebuah koran nasional. Siapa bisa menyangkal?

Tapi penghargaan apa dulu. Apa jangan-jangan penghargaan yang bisa dibeli dengan uang, asal punya jabatan mentereng dan punya kendaraan politik yang kuat.

Bagaimana dengan penghargaan Bintang Mahaputera Nararya? Apakah penghargaan tersebut dapat dibeli?

Terlalu dini untuk menyebutnya penghargaan yang dapat dibeli. Meski jika kita tak punya kuasa, harta dan jasa, akan sulit mendapatkan penghargaan tersebut.

Dan mungkin kita bisa menyimpulkan sendiri sisi gelap dari penghargaan ini setelah melihat siapa saja kriteria orang yang menerima penghargaan Bintang Mahaputera Nararya ini sebelum-sebelumnya.

Pertama, mereka yang aktif di tubuh Parpol. Di era kepemimpinan Jokowi ini, sederet nama yang cukup beken di dunia perpolitikan selalu mendapatkan tempat penghargaan Bintang Mahaputera Nararya ini.

Adalah Arifin Panigoro dan Sofjan Wanandi. Keduanya pernah terlibat dalam tubuh partai. Arifin Panigoro sempat menjadi ketua DPP dan Ketua Fraksi PDIP pada 2002-2003. Sedangkan Sofjan Wanandi merupakan salah satu dari sekian banyak tim sukses Jokowi.

Kedua, pengusaha kaya raya. Siapa sih yang tidak terbantukan dengan kehadiran orang-orang kaya? Mereka telah membuka lapangan kerja untuk warga meskipun kekayaannya ini tidak terkira-kira karena tidak mungkin juga orang yang sangat amat kaya membagikan semua harta kekayaannya pada rakyat Indonesia.

Adalah Dato Sri Tahir dan dua orang di kriteria pertama. Saking kayanya, Dato Sri Tahir pernah dinobatkan sebagai orang kaya keempat di Indonesia pada 2018. Dato merupakan pendiri beberapa perusahaan yang bergerak di bidang industri garmen, tekstil hingga perbankan.

Sementara Arifin Panigoro dan Sofjan Wanandi juga merupakan pengusaha kaya raya meski tidak sekaya Dato Sri Tahir.

Melihat dua kriteria antara partai politik dan kaya ini semakin membuktikan bahwa tidak semua orang yang berjasa bisa mendapatkan penghargaan. Berjasa saja tidak cukup, mereka harus punya kuasa, kalau tidak setidaknya punya harta berlimpah.

Kini, semakin nyata penghargaan ini sebagai penghargaan yang bukan biasa-biasa saja. Apalagi setelah duo F digada-gadakan akan menerima penghargaan ini pada HUT RI ke 75 nanti.

Baik Fadli Zon dan Fahri Hamzah merupakan pentolan terbaik di tubuh partai politik. Kalau bukan pentolan terbaik, mana bisa keduanya duduk di kursi Senayan.

Dan mana bisa orang yang tidak begitu kaya bisa duduk di kursi Senayan. Biaya politik tidak murah, bung. Maka benar saja, banyak pengusaha ikut politik. Setelah ikut politik, harapan mendapat penghargaan akan semakin terbuka lebar.

Alasan logis dari pemerintah memberikan penghargaan ini kepada Duo F adalah karena mereka getol mengkritik pemerintah sebagai balance of power trias politica. Yah, alasan ini juga sepertinya tidak begitu logis kalau dipikir-pikir kembali. Bukankah yang mengkritik itu banyak, bukan mereka saja.

Atau penghargaan Bintang Mahaputera Nararya ini memang dikhususkan bagi mereka yang punya dua kriteria di atas (orang partai dan pengusaha kaya atau keduanya) karena mengingat Bintang Mahaputera Nararya merupakan satu dari sekian penghargaan dari pemerintah.

Ada Bintang Mahaputra Adipurna, Adipradana, Utama, dan Pratama. Tapi sayang saja sih, di luar sana banyak sekali orang-orang berjasa yang tidak memakai baju partai politik dan tidak begitu kaya namun jasanya lebih luar biasa. Mungkinkah orang-orang berjasa ini harus memakai baju politik dan punya harta lebih dulu baru bisa dapat penghargaan? Semoga tidak!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun