Sementara Arifin Panigoro dan Sofjan Wanandi juga merupakan pengusaha kaya raya meski tidak sekaya Dato Sri Tahir.
Melihat dua kriteria antara partai politik dan kaya ini semakin membuktikan bahwa tidak semua orang yang berjasa bisa mendapatkan penghargaan. Berjasa saja tidak cukup, mereka harus punya kuasa, kalau tidak setidaknya punya harta berlimpah.
Kini, semakin nyata penghargaan ini sebagai penghargaan yang bukan biasa-biasa saja. Apalagi setelah duo F digada-gadakan akan menerima penghargaan ini pada HUT RI ke 75 nanti.
Baik Fadli Zon dan Fahri Hamzah merupakan pentolan terbaik di tubuh partai politik. Kalau bukan pentolan terbaik, mana bisa keduanya duduk di kursi Senayan.
Dan mana bisa orang yang tidak begitu kaya bisa duduk di kursi Senayan. Biaya politik tidak murah, bung. Maka benar saja, banyak pengusaha ikut politik. Setelah ikut politik, harapan mendapat penghargaan akan semakin terbuka lebar.
Alasan logis dari pemerintah memberikan penghargaan ini kepada Duo F adalah karena mereka getol mengkritik pemerintah sebagai balance of power trias politica. Yah, alasan ini juga sepertinya tidak begitu logis kalau dipikir-pikir kembali. Bukankah yang mengkritik itu banyak, bukan mereka saja.
Atau penghargaan Bintang Mahaputera Nararya ini memang dikhususkan bagi mereka yang punya dua kriteria di atas (orang partai dan pengusaha kaya atau keduanya) karena mengingat Bintang Mahaputera Nararya merupakan satu dari sekian penghargaan dari pemerintah.
Ada Bintang Mahaputra Adipurna, Adipradana, Utama, dan Pratama. Tapi sayang saja sih, di luar sana banyak sekali orang-orang berjasa yang tidak memakai baju partai politik dan tidak begitu kaya namun jasanya lebih luar biasa. Mungkinkah orang-orang berjasa ini harus memakai baju politik dan punya harta lebih dulu baru bisa dapat penghargaan? Semoga tidak!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H