Masih ingatkah dengan logo HUT RI yang di mata Anda biasa-biasa saja? Bahkan sangat biasa, saya sampai menyebutnya underrate. Kenapa saya menyebutnya demikian?
Pertama, logonya tidak banyak berubah dari tahun ke tahun. Kalau logonya eye catching dan kreatif sih tidak masalah. Nah ini logonya itu-itu saja, tidak ada kombinasi pola lainnya.
Logo tersebut masih terus dipertahankan selama satu dekade sejak SBY menjabat sampai habis masa kekuasaannya di tahun 2014. Logo underrate itu baru diganti di masa Jokowi di periode pertamanya. Lalu terus diganti atau diperbaharui setelahnya.
Saya tidak sepenuhnya menyalahkan SBY atas logo yang underrate tersebut karena urusan desain bukan tanggung jawab utama presiden. Mungkin desainer logo peringatan hari nasional tidak tahu perkembangan sebuah zaman.
Kedua, penambahan item bendera yang bikin pusing mata. Dimulai pada tahun 2005, yang mana gambar angka 60 memiliki satu bendera, disusul HUT ke-66 RI yang memiliki dua gambar bendera, lalu HUT ke-62 dengan tiga gambar bendera, sampai HUT ke-66 dengan tujuh bendera di tahun 2011.
Untungnya di tahun 2012 tidak ada delapan bendera, bisa-bisa meluber-luber.
Akan tetapi pihak yang mengurusi urusan desain belum tobat. Untungnya lagi, tidak ada penambahan gambar bendera di samping angka 67 pada HUT kemerdekaan RI di tahun 2012 karena gambar bendera berkurang menjadi tiga saja. Desain juga ada sedikit perubahan meski masih biasa-biasa saja.
Tapi kenapa gambar bendera masih terus dipertahankan sampai tahun 2014? Padahal sudah banyak protes dilayangkan oleh mereka yang berkecimpung di dunia desain sejak desain HUT RI di tahun 2005.
Saya masih ingat dengan salah satu protes dari seorang pelaku ekonomi kreatif Wahyu Aditya, founder Hellomotion dan Kementrian Desain Republik Indonesia (KDRI). Pada 2012 ia pernah menyambangi Pesantren Tebuireng, tempat saya menimba ilmu sewaktu SMA, untuk memberikan motivasi kepada para santri.
Saya hadir di seminar yang berlangsung di aula utama pesantren itu. Saya sangat kagum dengan desain-desain yang dibuat oleh Wahyu Aditya ini. Saya juga belajar banyak tentang dunia kreatif darinya. Dan saya akhirnya membeli buku miliknya. Saya benar-benar kagum dengan orang kreatif satu ini.
Wahyu Aditya menyindir logo HUT RI yang dari 2005-2011 tidak banyak perubahan berarti. Sayangnya sindiran darinya tak sampai meluluhkan hati pemerintah yang berkuasa waktu itu karena di tahun 2012, 2013, dan 2014, desain masih sama. Sama-sama biasa saja.
Beruntungnya, pada 2015, logo HUT RI mengalami perubahan drastis. Pemerintahan Jokowi memulai ide itu.Â
Â
Bagi saya, logo HUT RI itu sakral. Perlu penghayatan mendalam agar pesan kebangsaan mampu tersampaikan kepada masyarakat luas sehingga harus eye catching, simple, dan kreatif.
Selama kurun waktu 2015-2020, desain atau logo HUT RI selalu bervariasi. Elemen-elemen atau unsur-unsur pola dalam logo pun terus diperbaharui. Tidak ada bendera-bendera menggantung di sebelah angka kemerdekaan.
Sebenarnya gambar bendera sangat bagus namun kalau desainer hanya menambahkan bendera setiap tahunnya maka akan terlihat monoton. Pun pemerintah justru akan dianggap kurang kreatif karena ide logonya selalu sama.
Di tahun 2020 ini, logo HUT ke-75 RI semakin bagus. Ada perisai yang mengurung angka 75 di dalamnya. Sayangnya, oleh sebagian orang, ide logo yang menurut saya bagus ini malah dianggap menyerupai atribut keagamaan tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H