Dan apakah ujian kelayakan dan kepatutan itu dapat kita percaya sepenuhnya? Lihat saja dulu komisioner KPU Pilpres 2019 saja kedapatan suap, itu loh si Wahyu Setiawan.
Berarti memang ada yang dipertanyakan dalam uji kelayakan dan kepatutan di sebuah lembaga atau usaha milik pemerintah. Apalagi kalau bukan aspek integritas dan komitmen?
Kedua, pengalaman Imam Brotoseno sebagai pekerja seni. Mari lupakan sejenak uji kelayakan dan kepatutan.
Meski dulu Imam Brotoseno pernah menjadi kontributor majalah dewasa, tapi Dewas tidak dapat melupakan kiprah Imam Brotoseno yang sudah melalang buana di dunia perfilman dan seni.
Mungkin dalam anggapan Dewas, kalau sudah pernah menyutradarai film layar lebar dan sinema TV maka tidak perlu diragukan lagi kredibilitasnya. Padahal masih banyak kok sineas film lainnya yang bersih dari bayang-bayang majalah dewasa di masa silam. Helmy Yahya salah satunya, tapi apa boleh buat Dewas mah bebas.
Ketiga, dekat dengan rezim. Kalau alasan ini sepertinya banyak disepakati oleh masyarakat sekeliling kita. Seperti kita ketahui bersama, Imam Brotoseno ini pernah menjadi konsultan komunikasi politik PDIP dan Golkar.
Pun sering menjadi tameng Jokowi. Imam dikenal sebagai pendukung setia Jokowi. Apapun ia lakukan untuk melindungi martabat Jokowi. Bahkan ia tak segan kalau dirinya disebut Buzzer Jokowi. Atau memang benar ia seorang buzzer sungguhan? Entahlah, biar Tuhan dan Imam yang tahu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H