Waktu ngekos dulu di Tangsel, saya pernah bertetangga dengan kawan maniak habib (keturunan Nabi Muhammad). Ia tak pernah absen mengunjungi rumah-rumah habib setiap minggunya. Memang, setiap hari ia berpakaian biasa namun ketika mau ke rumah habib, bajunya mendadak berubah menjadi jubah panjang putih, kontras dengan kesehariannya yang hanya memakai kaos oblong.
Tapi bukan itu yang membuat saya tidak sependapat, tapi kekolotannya. Ia menganggap semua habib dijaga oleh Allah, maka harus selalu dicintai dan dibela meski salah. Ia berpedoman bahwa jika ingin mencintai Nabi Muhammad maka harus pula mencintai keturunannya.
Lantas saya angkat bicara mengenai habib-habib yang berkeliaran di waktu salat Maghrib lalu meminta-minta ke rumah warga di daerah paman saya di Citereup Bogor. Bukan sekali dua kali tapi hampir tiap hari. Setiap kali saya main ke sana, pasti ada habib-habib tadi.
Teman saya sekaligus tetangga kos saya tidak mau menyalahkan habib tadi, ia tetap beropini bahwa habib harus dihormati, begitu sarannya kepada saya yang kurang setuju.
Waktu berlalu sampai saya tidak menetap di kosan itu lagi, kini temanku sangat vokal dalam membela habib, mulai dari Habib Bahar sampai Habib Rizieq Shihab. Foto-foto di media sosialnya seringkali menampilkan wajah-wajah habib. Dalam Kasus Habib Bahar pun dia tetap mendukungnya.
Menurutnya, Habib Bahar sama sekali tidak salah. Habib Bahar hanya mengkritik kebijakan pemerintah yang terkesan lamban dan tidak pro rakyat di masa pandemi seperti saat ini. Teman saya menduga bahwa Habib Bahar lagi-lagi dijebak oleh rezim yang berkuasa.
Baca juga: Prabowo Mendadak Lupa Siapa Habib Bahar Itu
Lalu apakah bijak dukungan teman saya terhadap Habib Bahar, dan apakah benar ceramah Habib Bahar melanggar konstitusi sebagaimana yang diberitakan? Mari membedahnya bersama dengan kepala terbuka!
Pertama, dimulai dari kalimat pembukaan yang mengebu-gebu:
"Sudah sering saya katakan saudara-saudara, para pahlawan-pahlawan, beliau-beliau mengorbankan jiwa, nyawa, darah, harta, keringat, demi NKRI. Demi kemerdekaan itu pahlawan."
Dalam kalimat awal belum ada indikasi melanggar karena Habib Bahar menyerukan bahwa banyak pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan NKRI dari belenggu penjajah sampai mengorbankan segalanya. Semua itu demi kita, okelah, memang begitu faktanya. Bagaimana dengan kalimat berikutnya?
Kedua, kalimat lanjutannya ini seolah ingin membandingkan pahlawan dengan pejabat pemerintahan saat ini. Begini bunyinya:
"Pejabat-pejabat sekarang, pemerintah-pemerintah sekarang, mereka tidak berkorban demi rakyat, mereka bukan berjuang demi rakyat, tapi rakyat yang mereka korbankan, negara yang mereka korbankan, orang susah yang mereka korbankan demi kepentingan perut partai dan politik."
Sebenarnya di awal-awal kalimat lanjutannya ini tidak begitu parah ujaran kebenciannya, tapi mendengar ada frasa "mengorbankan rakyat, negara, dan orang susah demi kepentingan perut parpol" sepertinya sudah agak kelewatan.
Lalu apa benar pemerintah berjuang untuk rakyat bukan untuk kepentingan partai atau kelompok? Kalau ini masih belum begitu pasti, karena meskipun mereka kadang memikirkan parpol dan kelompok tapi karena mereka dipilih oleh rakyat dan digaji oleh rakyat, yah mau tidak mau mereka harus terus memikirkan rakyat.
Lagi pula saya kira tidak semuanya berpikiran pendek seperti di atas. Pasti ada, satu dua dan beberapa orang-orang di tubuh pemerintah yang benar-benar rela mengorbankan segalanya untuk rakyat, tidak setengah-setengah antara untuk parpol dan juga untuk rakyat.
Semuanya dikembalikan pada niat awal pejabat pemerintah saat dilantik, apakah akan melirik ke sana ke mari. Dan siapa bisa menilai niat seseorang selain dia sendiri dan Tuhan yang Maha Kuasa.
Duh kok jadi ngomongin niat, baiklah kembali ke kalimat Habib Bahar berikutnya.
Ketiga, kalimat setelah "partai dan politik" berbunyi:
 "Oleh karena itu, saya tanya lawan atau biarkan? Lawan atau biarkan? Lawan atau biarkan? Saudara-saudara, saya baru tadi sore keluar dari penjara."
Frasa "lawan atau biarkan" ini cukup rancu, lawan seperti apa yang dimaksud? Apakah melawan melalui ujaran kebencian lewat medsos atau lawan secara fisik sebagaimana saat Habib Bahar menghajar salah satu santrinya. Entahlah, karena Habib Bahar itu public figure, pernyataan "lawan atau biarkan" ini cukup berbahaya.
Bagaimana jika santri menangkap arti "lawan" dengan makna yang berbeda dan lebih ekstrem? Semoga saja tidak, semoga ini hanya gertakan sambal saja. Kan lucu jika santri-santrinya juga di penjara gegara mendengarkan ceramah, bisa penuh nanti penjara.
Keempat, kalimat selanjutnya cukup panjang jadi saya langsung ke inti kalimatnya saja yang berbunyi,
"Saya Bahar bin Smith, bersumpah demi Allah selama kedua mata saya masih terbuka untuk melihat kemungkaran melihat penderitaan rakyat, melihat kesusahan rakyat maka selama itu tidak ada satu pun yang bisa menghentikan membungkam mulut saya."
Jika mendengar kata "membungkam mulut" maka maksud dari kata "lawan" yang dimaksud Habib Bahar sebelumnya adalah melawan dengan bersuara baik secara langsung maupun melalui media. Kalimat ini tidak begitu melanggar menurut saya karena negara menjamin penuh warganya untuk menyuarakan opini dan pendapat namun karena ada tambahan "membungkam mulut" jadinya yah Habib Bahar dianggap melanggar karena mengandung ujaran kebencian. Nah wong beropini tidak dilarang kok tidak dibungkam.
Selanjutnya kata "kemungkaran", "penderitaan", "kesusahan", apakah itu salah? Kalau kata "penderitaan" dan "kesusahan" tidak sepenuhnya salah menurut saya karena memang saat ini banyak rakyat menderita dan serba susah akibat Covid-19 yang menjajah segalanya.
Kelima, kalimat selanjutnya akan lebih menarik dibahas, berikut kalimat lanjutan dari "membungkam mulut saya":
"Oleh karenanya, apa yang saya sampaikan hari ini, saya tidak takut besok ditangkap polisi, dipenjara lagi. Sore ini saya keluar, besok pagi saya ditangkap lagi, demi berjuang untuk rakyat berjuang untuk Indonesia, berjuang untuk rakyat susah yang sengsara di lockdown, dimatikan di rumahnya sendiri."
Kalimat di atas menunjukkan seolah-olah Habib Bahar ingin bermain playing victim di mana dia akan menganggap dirinya tidak mendapatkan keadilan dan tidak berhak bersuara. Dan karena dia memiliki banyak pengikut, maka lagi-lagi ini bisa disalahartikan.
Bisa jadi pengikutnya sudah keliru duluan dengan menganggap bahwa lagi-lagi Habib Bahar tidak salah, tapi disalah-salahkan oleh rezim.
Sementara frasa "berjuang untuk rakyat susah" apa benar dilakukan Habib Bahar? Serius saya nanya bagi yang tahu rekam jejak Habib Bahar, apakah dia tipe orang yang suka berderma atau malah suka minta.
Tapi sayangnya kata "lockdown" ini sudah cukup keliru karena pemerintah tidak benar-benar mengkarantina wilayah, hanya membatasinya saja. Lihat saja di Tanah Abang dan di beberapa mall, masih banyak tuh warga ramai-ramai berbelanja kebutuhan lebaran.
Sementara frasa "dimatikan di rumahnya sendiri" ini bisa memiliki dua makna, bisa jadi tersirat dan bisa juga tersurat. Kalau tersurat jelas salah karena ngeri juga ada kata "dimatikan" alias dibunuh secara perlahan-lahan.
Tapi kalau secara tersirat, maka Habib Bahar tidak sepenuhnya salah. Mungkin kalau yang dimaksudkan adalah mereka susah dapat kerja dan penghasilan, maka itu memang terjadi. Nyatanya memang banyak PHK di mana-mana.
Keenam, kalimat penutup yang bikin mewek bagi pengikutnya, berikut kalimat pungkasan dari ceramah Habib Bahar:
"Saya ridha saya ikhlas, besok dipenjara lagi saudara-saudara. Oleh karenanya hadirin sekalian yang dimuliakan oleh Allah SWT, terus berjuang saya tak pernah kapok."
Kalimat di atas menjadi kenyataan karena memang Habib Bahar nyatanya di penjara lagi. Program asimilasi dibatalkan, Habib Bahar harus menghabiskan lebaran di bui lagi.
Sebenarnya selain ceramah, Habib Bahar juga melanggar amanat PSBB untuk tidak menggelar acara yang mengakibatkan kerumunan orang datang. Eh tapi bukannya mall dan pasar juga ramai, yah? Â Kenapa mereka juga tidak dipenjara (kalau mereka dipenjara, penjara penuh dong?), duh jadi bingung! Mungkin benar Habib Bahar memang melanggar karena ujaran kebencian seperti yang saya utarakan di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H