Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

BPJS Naik Drastis, Bukti Jokowi Tidak Dapat Pinjaman Hutang (Lagi) di Tengah Pandemi?

13 Mei 2020   21:49 Diperbarui: 14 Mei 2020   11:36 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iuran BPJS naik, sumber:antaranews.com/Wahdi Septiawan

Pagi-pagi dapat kabar menyesakkan dada. Pandemi yang belum berakhir diperparah dengan kabar ini. Apa lagi kalau bukan kabar terkait BPJS yang naik melejit, tidak kenal waktu saja. 

Di saat banyak orang ter-PHK, pendapatan menurun drastis, angka pengangguran mulai terbuka lebar. Di situ pula BPJS naik. Kenapa naiknya tidak menunggu tahun depan lagi saja? 

Begitu kira-kira pertanyaan saya. Bukankah pemerintah punya data, berapa pastinya rakyat yang terdampak Covid-19. Pemerintah pun memegang data, kondisi ekonomi yang mulai melemah dan lesu selesu-lesunya. 

Tapi kenapa justru BPJS yang jadi pelampiasan (lagi). Presiden kita memang sudah ngotot untuk menaikkan iuran wajib BPJS sejak setahun silam. 

Cara ini dilakukan dengan alasan defisitnya anggaran BPJS kesehatan akibat mangkirnya peserta BPJS yang tidak membayar iuran secara rutin setiap bulannya. Sementara kebutuhan dan jumlah pasien melebihi prediksi. 

Masih ingat berita saat pemerintah menolak menambal defisit BPJS? Sampai menyalahkan sana dan sini. Bukannya jalan keluar yang tercipta, kondisi justru makin risau saja. 

Mahkamah Agung menolak kenaikan iuran BPJS yang diusulkan presiden. Tapi namanya kekuasaan eksekutif, maka presiden seolah-olah memiliki hak tertinggi sampai menolak keputusan MA tersebut. 

Putusan MA Nomor 7P/HUM/2020 tidak mempan bagi presiden. Melalui keputusan tandingan dengan dikeluarkannya Perpres Nomor 64 tahun 2020, presiden tetap pada pendirian awal, menaikan iuran wajib BPJS. 

Tak tanggung-tanggung, kenaikan iuran bikin mata melongo tak keruan. Bayangkan saja, iuran wajib BPJS naik hampir 100 persen. Sebuah jumlah yang tidak tanggung-tanggung bukan? 

Jika sebelumnya kelas 1 hanya membayar iuran 80 ribu rupiah, nanti bulan Juli (kalau Perpres benar-benar diaplikasikan) maka mereka wajib membayar 150 ribu rupiah. Begitu pula kelas 2 yang tadinya hanya membayar 51 ribu maka nantinya harus merogoh kocek lebih menjadi 100 ribu rupiah. 

Sementara kelas 3, kelas yang paling ramai dan diminati, iuran wajib sebesar 42 ribu rupiah dengan subsidi pemerintah sebesar 16.500 sehingga mereka cukup membayar 25.500. Tentu jumlah ini terbilang besar karena butuh waktu yang lama untuk mengembalikan kondisi ekonomi rakyat. 

Pun kepada semua kelas, pasti rakyat akan begitu keberatan jika harus membayar iuran BPJS berkali-kali lipat banyaknya. Bukankah sudah jelas di awal, semua orang terdampak pandemi. 

Sudah harga minyak tidak turun, iuran BPJS malah merangkak naik. Lantas apa lagi yang akan dinaikkan? 

Saat ini harusnya kita memperbanyak bantuan bukan menginfokan kabar tak mengenakkan. Sudah kontrakan belum dibayar, cicilan masih membengkak, ditambah iuran BPJS naik tak terkirs-kira. Bisa-bisa kita malah jantungan. 

Bukan meninggal karena Covid-19 tapi justru stres akibat jeritan ekonomi. 

Pertanyaan lainnya adalah apakah pemerintah kita memang tidak ada anggaran untuk menambal defisit BPJS tahun silam? Atau memang pemerintah sedang terseok-seok anggaranya karena pandemi? Atau justru pemerintah tidak berhasil mendapatkan hutang dari tetangga? 

Berbicara soal hutang juga masih menjadi misteri bersama, berapa jumlah persisnya hutang kita pada tetangga khususnya China? China saja sedang berjuang memulihkan kondisi ekonomi pasca pandemi, mana mau menambahkan pinjaman lebih kepada tetangga. 

Logikanya, jika sebuah negara sedang membutuhkan uang untuk menghidupi rakyatnya masak mau menghidupi orang di negara lain. Pastinya akan mendahulukan rakyatnya terlebih dahulu baru manusia di negara lain. 

Kabar naiknya iuran BPJS di tengah pandemi memang bagai dua sisi mata pisau, di sisi lain pemerintah sangat butuh menambal defisit di sisi lain rakyat menjerit, bagaimana cara membayarnya. 

Mungkin pemerintah bisa menunda kenaikan iuran BPJS beberapa bulan ke depan. Setidaknya setelah pandemi benar-benar hilang dan kondisi ekonomi sudah semakin membaik. Kalau naiknya di bulan Juli ini, apa ekonomi kita sudah benar-benar membaik? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun