Perintah itu diabaikan setelah kakaknya Roh Ki Soo datang menembaki para tentara AS. Naas, aksi tersebut justru dibalas sangat kejam oleh tentara AS di mana mereka menembaki para penari tap yang tidak memiliki salah apapun. Tak hanya menewaskan kakaknya Roh Ki Soo tapi seluruh anggota dalam grup penari itu tewas.
Sebelum menampilkan tarian dan sebelum mereka tewas, Jackson mengatakan bahwa baik kapitalis atau komunis tidak jauh berbeda kebobrokannya. Katanya, fu*k ideology. Mereka ingin tampil tarian tap untuk membawa pesan perdamaian bahwa sebenarnya mereka bisa disatukan dengan acara semacam itu namun apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur.
Para penari tap pun tidak bisa melanjutkan mimpi mereka untuk debut ke AS dan ke seluruh penjuru dunia. Mereka harus mengubur dalam-dalam mimpi itu dalam keegoisan para tentara yang terlibat dalam insiden penembakan.
Di akhir cerita, tak terasa air mata saya menetes. Saya tidak bisa bayangkan ternyata sebagian kejadian tersebut diadaptasi oleh kisah nyata. Setelah itu saya bisa menyimpulkan bahwa Perang Korea yang katanya perang ideologi itu sangat disayangkan bisa meletus.
Keterlibatan AS dengan paham kapitalis dan China dengan paham komunis telah meruntuhkan jembatan cita-cita, impian, kebersamaan warga Korea.
Coba orang Korea dulu tidak gampang dihasut oleh tentara luar dan coba mereka tidak saling egois ingin meraih kepentingannya sendiri-sendiri, pasti dunia tidak akan mengenal Korut atau Korsel, yang kita tahu hanya Korea.
Saya memberi rating 9/10 untuk film yang mengambil seting 50-an ini. Apalagi Korsel sangat serius menggarap film ini, terbukti dengan kualitas gambarnya yang tak kalah jauh dari Hollywood dan mendapat penghargaan tingkat internasional.
Pertanyaannya, kapan Indonesia bisa menyusul dengan film sebagus Swing Kids?