Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

(Puisi Click) Teruntuk Kursi-kursi Polos yang Merindukan Kemeriahan

22 April 2020   23:18 Diperbarui: 22 April 2020   23:20 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku melaju bersama deretan listrik di atasku
Aku digerakkan masinis berbaju putih tanpa wajah pilu
Aku melesat dengan bersentuhan besi-besi pajang berderu

Tahukah kamu, kursi-kursi empuk yang ada di dalam tubuhku?
Aku memang tidak pernah melihatmu
Karena aku terus bergerak ke depan tiada ragu
Namun aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan saat ini tanpa orang-orang bertemu

Duhai kursi-kursi sunyi tanpa penumpang
Aku tahu kamu kesepian
Tak ada bayang-bayang orang berdesakan
Aku tahu kamu bersedih hati
Tiada tahu kapan musibah ini berlalu pergi
Namun pernahkah kamu menanyakanku duhai kursi
Setiap hari, entah malam atau pagi
Aku selalu sendiri
Temanku hanya masinis ini
Kawanku sebatas besi-besi
Dan aku hanya mengenal barisan orang menyerbu datang setiap hari
Saling sikut kanan dan kiri
Mereka menerobos tubuhku
Yang terbuat dari besi kaku
Mereka tidak pernah mengobrol denganku
Karena aku hanya sebuah kereta berdebu

Teruntuk kursi-kursi melompong yang merindukan penumpang beromong-omong
Aku tahu ini seperti omong kosong
Bagaimana bisa dunia semenyedihkan ini bak sedang berbohong
Tapi cobalah untuk tegar
Cobalah untuk tidak ambyar
Lihatlah aku yang selalu sukar
Hanya bisa melihat ke depan tanpa gentar
Aku tidak bisa melihat ke belakang
Karena aku percaya bahwa esok pelangi pasti datang
Mengusir kebosananku, kesunyianmu, dan omong kosong mereka selalu menang

Nanti, kalau sudah sampai sebuah lorong pemberhentian
Kita akan sadar bahwa derita ini hanya titipan
Tuhan tahu kapan ini berakhir dan kita hanya mampu mengerti pada sebuah makna kesabaran

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun