Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Rekomendasi Film tentang Perjuangan Perempuan di Hari Kartini yang Menginspirasi

21 April 2020   12:48 Diperbarui: 21 April 2020   12:58 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak, sumber: grid.id

Hari Kartini ini tidak seperti biasanya- tak ada lagi arak-arakan mengenakan pakaian adat, tak ada lagi aksi solidaritas di jalan atau kampus, tak ada seminar tatap muka dan tak ada lomba-lomba kreativitas anak sekolahan. Semuanya masih berdiam diri di rumah.

Meski hanya di rumah saja, tak ada alasan untuk tidak bisa memperingati Hari Kartini. Memang tidak ada perayaan dan acara seremonial lainnya di Hari Kartini ini namun bukan berarti kita melupakan Kartini dan perjuangannya. Karena esensi dari memperingati Hari Kartini adalah meneladani.

Barangkali dengan menonton film tentang perjuangan perempuan di rumah akan membuat kita semakin sadar bahwa posisi perempuan tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Contoh kecilnya adalah kita tidak bisa ada didunia ini tanpa seorang perempuan yang melahirkan.

Untuk mengusir kebosanan di rumah sekaligus untuk memperingati Hari Kartini, berikut film-film tentang perjuangan perempuan yang saya rekomendasikan karena mengusung tema yang tak jauh dari perempuan-perempuan kuat dalam kehidupannya.

Lost, Found

Film Tiongkok satu ini menceritakan seorang perempuan yang berprofesi sebagai pengacara sekaligus single parent bagi anaknya yang masih balita. Adalah Yao Chen sebagai pemeran utama sekaligus representasi dari seorang ibu dan perempuan perkasa.

Poster film Lost, Found, sumber: windowsonworlds.com
Poster film Lost, Found, sumber: windowsonworlds.com

Li Jie (Yao Chen) kehilangan anak semata wayangnya. Ia sudah melapor ke polisi namun polisi bergerak lamban sehingga ia memilih mencarinya seorang diri dengan mengumpulkan bukti dan mengandalkan insting keibu-ibuannya.

Tersangka yang paling dicurigai Li Jie adalah pengasuh anaknya, Sun Fang. Dan jika melihat rekaman CCTV di apartemen tempat ia tinggal pun membuktikan bahwa Sun Fang memang patut dicurigai. Li Jie pun berjuang keras untuk mendapatkan kembali anaknya mulai dari memberi uang tebusan dari hasil jerih payahnya, ke tempat pelacuran, dan keliling ke sana kemari.

Alur dari film ini maju dan mundur, membuat kita terbengong-bengong dengan adegan yang disajikan. Mulanya saya sangat jengkel dengan Sun Fang, namun semuanya berubah ketika tahu bahwa Sun Fang seorang perempuan korban kekerasan suaminya dan korban ketidakadilan rumah sakit sehingga anaknya tewas.

Yah, meski perbuatan Sun Fang tidak dapat dimaafkan karena menculik anak Li Jie, majikannya. Sayangnya film ini berakhir tragis ketika Sun Fang menceburkan diri ke laut dari atas kapal yang akan berlayar. Sun Fang adalah representasi perempuan yang kurang beruntung dalam hidupnya.

Sementara Li Jie merupakan representasi kodrat perempuan sekaligus ibu yang memiliki anak. Meski sebelumnya Li Jie sangat sibuk di dunia kerja sehingga anaknya lebih dekat ke Sun Fang, namun bagaimanapun juga Li Jie adalah ibu yang melahirkan anaknya. Dan Li Jie pun sadar apa yang ia lakukan selama ini kurang maksimal terhadap anaknya.

Saya memberikan rating 89/100 untuk film satu ini karena akting Yao Chen yang sangat bagus. Kisah dalam film juga turut menampilkan perempuan-perempuan perkasa yang cocok dijadikan panutan bagi perempuan-perempuan di dunia agar lebih menyayangi dan menjaga anaknya.

Kim Ji-Young Born 1982

Tak jauh dari Tiongkok, film Korsel ini juga patut untuk diapresiasi. Film yang diperankan bintang populer Jung Yu-Mi dan Gong Yo ini mendapat kesan positif dari penggemarnya.

Poster film Kim Ji-Young Born 1982, sumber: imdb.com
Poster film Kim Ji-Young Born 1982, sumber: imdb.com

Film ini bercerita tentang Kim Ji-Young (Jung Yu-Mi) yang merasa bosan dengan rutinitasnya sebagai mama muda. Kenapa mama muda padahal umurnya 30 tahunan? Karena kebanyakan orang Korsel menikah di atas umur 35 tahun, bahkan banyak pula yang memilih tidak menikah karena takut jika nantinya mempunyai anak akan menghambat karirnya.

Dae-Hyeon (Gong Yo) merasa ada yang berubah dari diri istrinya, Kim Ji-Young sampai membawanya ke psikiater. Mulanya Ji-Young menolaknya karena pergi ke psikiater tidak murah, ia juga merasa tidak apa-apa namun akhirnya Ji-Young luluh juga pergi ke psikiater.

Ji-Young seperti kehilangan jati diri semenjak mengundurkan diri dari pekerjaannya setelah punya anak. Sementara penghasilan suaminya tidak terlalu banyak, tapi mereka kecukupan untuk kehidupan sehari-hari.

Alur dalam film memang kerap kali membingungkan. Namun dengan akting Ji-Young, saya merasa kagum dengan film ini. Ji-Young sangat mendalami perannya sebagai ibu yang kehilangan jati diri. Saya memberikan rating 86/100 untuk film satu ini.

Di samping kesan positif, film ini mendapat protes dari orang Korea karena mencoba menayangkan simbol perjuangan perempuan dalam melawan budaya patriarki yang sudah melekat di Korsel. Terlepas dari kontroversinya, film ini memberikan pesan bahwa perempuan yang sudah menjadi ibu tidak bisa melepaskan statusnya begitu saja. Ia memiliki tanggung jawab kepada anaknya.

Room

Kita beranjak ke belahan benua Amerika setelah membahas film dari Asia Timur. Adalah Room, sebuah film bagus lainnya tentang perjuangan seorang perempuan.

Cuplikan film Room, sumber: warningmagz.com
Cuplikan film Room, sumber: warningmagz.com

Film satu ini bergenre thriller sebenarnya tapi tidak ada adegan bunuh-membunuh. Hanya saja adegan yang disajikan cukup mencekam. Bagaimana tidak mencekam, seorang perempuan dikurung di sebuah kamar sempit selama kurang lebih tujuh tahun sampai memiliki seorang anak yang akhirnya merayakan ulang tahun ke limanya.

Nasib itu menimpa Joy (Brie Larson) dan anak gelapnya, Jack (Jacob Tremblay). Mulanya Joy diculik oleh Nick (Sean Bridgers). Joy tidak bisa kabur dari ruangan pengap itu karena hanya Nick yang tahu kode kunci pintu di kamarnya. Di ruangan itu juga tidak tersedia telepon, hanya TV yang menjadi hiburan mereka sehari-hari.

Mirisnya, Jack belum pernah keluar dari ruangan itu sejak lahir. Ia tidak pernah bertemu orang lain selain ibunya dan Nick. Ia tidak pernah memegang pohon dan tidak pernah menghirup alam bebas. Sampai-sampai Jack tidak percaya ada kehidupan nyata di luar ruangan pengap itu.

Suatu ketika Jack berhasil kabur ketika Joy menyuruhnya pura-pura mati. Nick lalu membawa anak kecil itu keluar untuk dikuburkan. Itulah pertama kalinya Nick pergi dari ruangan pengap itu seumur hidupnya. Ia meloncat dari mobil bak terbuka yang dibawa Nick sesuai pesan dari ibunya. Beruntungya ada orang di sekitarnya sampai polisi berhasil memecahkan kasus mengerikan itu.

Saya memberi rating 88/100 untuk film satu ini karena adegan yang tidak pernah terbayangkan oleh manusia manapun di dunia. Saya sampai bertanya-tanya, bagaimana jika persitiwa itu benar-benar nyata. Pasti si Joy sudah bunuh diri.

Tapi Joy justru lain, ia memilih tabar dan tegar sambil menunggu keajaiban dari Tuhan. Karena Jack adalah penyemangat satu-satunya bagi Joy sehingga tak mungkin bagi Joy untuk bunuh diri meski Joy anak dari hubungannya dengan si penculik. Sayangnya, alur menjadi membosankan ketika Joy dan Jack kembali ke kehidupan yang sesungguhnya. Alur sedikit bertele-tele menurut saya.

Meski begitu saya salut dengan pesan yang ingin disampaikan bahwa keajaiban Tuhan itu pasti ada, hanya saja kita sebagai manusia yang tidak sabaran.

Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak

Kembali ke negeri tercinta, Indonesia. Film Indonesia tidak kalah keren dengan film-film lainnya. Adalah Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak.

Film yang bercerita keberanian perempuan timur ini memang agak kontroversial. Pasalnya ia membawa kepala perampok yang mengambil hewan ternak sekaligus merengut harga dirinya. Setelah memengal kepalanya, iya kepala manusia, Marlina ingin menebus dosa dan meminta keadilan. Perempuan itu, Marlina, diperankan oleh Marsha Timothy. 

Kita akan dibuat berdebar-debar dengan aksi Marlina ini. Apalagi sangat jarang kendaraan umum di Sumba sana. Marlina menemukan banyak hal selama perjalanannya itu. Ia juga berjumpa dengan wanita lainnya. Potret kemiskinan dan keberanian akan mewarnai setiap adegannya.

Saya memberikan rating 89/100 untuk film ini karena turut menampilan kearifan lokal dan alam indah tanah Sumba. Pesan yang ingin disampaikan juga sangat mengena tentang perempuan-perempuan kuat dalam menghadapi permasalahan di depan matanya. Film ini pun bolak-balik ditayangkan di festival film internasional seperti Festival Film Cannes  dan Toronto International Film Festival.

Menurutmu apa lagi film tentang perjuangan perempuan yang menggugah dan menginspirasi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun