Berita-berita mengerikan tersebut porsinya lebih banyak ketimbang berita tentang pasien yang berhasil sembuh dari Covid-19.
Lalu apa iya sampai harus menolak jenazah dan mengusir keluarganya? Padahal sudah ada protokol medis yang sangat ketat bagi jenazah Covid-19 sehingga mustahil bisa menularkan.
Protokol medis tersebut didukung oleh Kementerian Kesehatan RI dan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI di mana jenazah pasien Covid-19 wajib ditutupi dengan kain kafan dengan bahan dari plastik yang tidak bisa menembus air lalu diikat dengan sempurna, dimasukkan ke dalam peti kayu dan disemprot disinfektan dan jenazah tersebut harus sesegera mungkin disemayamkan tak lebih dari 4 jam setelah dinyatakan meninggal dunia.
Pemakaman jenazah Covid-19 juga tertutup, hanya pihak keluarga inti saja yang diperbolehkakn melihat prosesi pemakaman. Lalu kenapa masih ada yang menolak jenazah Covid-19? Kalau skenarionya seperti ini, siapa yang sebenarnya cocok untuk terkena azab? Apakah si jenazah pasien Covid-19 atau warga yang menolak jenazah?
Mungkin dari sini, peran pemuka agama dibutuhkan dalam meluruskan hal-hal semacam itu. Pemuka agama harus lebih vokal lagi menyuarakan siraman rohaninya, bisa melalui pengeras suara masjid  atau lewat video-video yang dibagikan. Atau pemuka agamanya juga punya peran dalam skenario penolakan jenazah pasien Covid-19? Semoga tidak.
Peran media juga sangat penting dalam memberikan edukasi. Apalagi di tengah pandemik corona ini muncul berita-berita hoaks yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Media juga kalau bisa jangan sering-sering menampilkan kematian secara mendadak, bisa jadi kematian mendadak itu disebabkan oleh faktor lain selain Covid-19. Dari sinilah ketakutan-ketakutan berlebihan datang sampai-sampai warga menolak jenazah pasien atau PDP Covid-19.
Dan terakhir, apakah kemanusiaan benar-benar sudah hilang di tengah Covid-19 ini? Saya rasa tidak, masih banyak orang yang memperjuangkan kemanusiaan di tengah mewabahnya Covid-19 ini. Saya sangat salut pada Bupati Banyumas yang turut serta melobi dalam pembongkaran jenazah Covid-19 meski akhirnya gagal, setidaknya masih banyak orang yang peduli kemanusiaan.
Sebenarnya bencana kemanusiaan itu lebih parah dari bencana Covid-19, masih lupa dengan bencana di Rwanda, Sampit atau Maluku?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H