Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komisioner KPAI Buat Pernyataan Salah, Bukti Hoaks Masih Dikonsumsi Pejabat Tinggi

23 Februari 2020   17:33 Diperbarui: 23 Februari 2020   17:49 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua hari ini (22-23/02) tagar Twitter dihebohkan dengan nama Sitti Hikmawatty. Komisioner KPAI di bidang kesehatan dan Napza ini menyatakan (21/02) bahwa perempuan muda bisa hamil jika berenang di kolam renang yang ada spermanya. Pernyataan seperti ini keluar dari pejabat yang juga memiliki gelar pendidikan yang tinggi. Maka tak heran jika banyak warganet yang ingin Sitti dipecat dari jabatannya. Padahal kabar ini sudah pernah dibantah oleh Kominfo setahun silam.

Banyak ahli yang sangat menyesalkan pernyataan tersebut. Seperti perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang mengatakan bahwa ada berbagai persyaratan agar perempuan bisa hamil yakni kualitas sperma, mutu ovum atau sel telur, dan yang paling penting adalah suasana organ reproduksi perempuan. Semuanya membutuhkan penetrasi secara langsung dan tidak sembarangan bisa bertahan di kolam renang.

Tujuan Sitti Hikmawatty mungkin baik yakni agar anak-anak muda yang dalam tahap puber bisa mendapatkan ilmu reproduksi yang baik bukan dari teman sesamanya yang sebaya yang mana selalu diragukan kebenarannya. Tapi justru Sitti Hikmawatty sendiri yang menyebarkan berita yang diragukan kebenarannya.

Bagaimana bisa seseorang bisa hamil di kolam renang dengan karporit tinggi di dalamnya tanpa bersinggungan secara langsung. Apa iya sperma itu memiliki kemampuan menyelam yang baik layaknya ikan? Di mana akal sehatnya? Dokter saja menolaknya mentah-mentah.

Untung saja informasi ini tidak cepat berkembang karena the power of  warganet. Kalau saja tidak dibenarkan maka ada berapa orang yang nantinya bakal termakan berita miring tersebut (lagi)?

Dan ada berapa orang yang akhirnya takut berenang di kolam renang umum? Dan ada berapa pengusaha kolam renang yang bangkrut karena tidak memisahkan antara kolam lelaki dan perempuan?

Efek domino seperti ini sudah wajar terjadi apalagi yang mengungkapkan pernyataan tersebut adalah seorang pejabat tinggi dengan gelar pendidikan tinggi pula, sehingga orang-orang akan mudah menerima pernyataannya.

Dari sini kita sebagai netizen jadi malah bingung, lalu kita harus percaya sama siapa? Kalau yang berpendidikan tinggi saja masih bisa kemakan hoaks. Dan yang memiliki jabatan tinggi juga kebiasaan menerima mentah-mentah sebuah informasi tanpa check dan recheck terlebih dahulu.

Para netizen ini sampai menyasar ke akun Instagram Sitti karena kesal. Meskipun pengikutnya masih ratusan, tapi komentar di postingan terakhirnya mencapai ribuan. Rata-rata dari mereka mengungkapkan kekesalannya karena informasi menyesatkan dari mulutnya. Saya juga sebenarnya kesal, sangat kesal malah, namun apa iya Sitti Hikmawatty bakal membaca satu persatu komentarnya dan menerima masukan dari komentar netizen?

Tagar pecat Sitti Hikmawatty juga sempat trending di jagat twitter. Namun lagi-lagi penyelesaian dari semua itu adalah ungkapan permintaan maaf. Memang sih, warga Indonesia mudah sekali menerima permintaan maaf karena saking santunnya. Tapi bukan berarti perkara selesai dengan permintaan maaf begitu saja.

Harusnya ada efek jera bagi pejabat yang menyebarkan hoaks. Warga biasa saja kalau kedapatan menyebarkan hoaks akan berusuran dengan pihak berwajib, masak pejabat tidak. Ini akan membuat jurang pemisah antara pejabat dan rakyat. Padahal esensi dari pejabat adalah pelayan dan teladan masyarakat. Sebagaimana pelayan, maka pejabat harus sepenuhnya memberikan output yang bagus. Dan sebagaimana teladan, maka pejabat harus sepenuhnya memberi contoh yang baik.

Kita bisa melihat Jepang. Ketika ada pejabat yang merasa melakukan kesalahan terhadap rakyatnya maka tak segan-segan ia akan mengundurkan diri karena merasa malu. Nah ini Sitti Hikmawatty malah ingin agar warga berhenti memviralkannya karena sudah meminta maaf. Bagaimana kalau kejadian ini kembali terulang dan terulang kembali? 

Di mana efek jeranya bagi pejabat. Haruskah rakyat biasa yang selalu menanggung efek jera?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun