Kita disuguhkan janji-janji manis Jokowi saat kampanye. Satu yang masih diingat di benak masyarakat adalah deretan kartu sakti yang disinyalir bisa membawa perubahan sosial di masyarakat. Salah satu kartu yang masih hangat dibicarakan adalah kartu pra-kerja.
Jokowi menampik anggapan bahwa kartu pra-kerja itu sebagai gaji bagi para pengangguran. Padahal makna pra di sini berarti sebelum, jadi pra kerja adalah sebelum bekerja alias tidak bekerja alias pengangguran.Â
Program kartu pra kerja ini dianggap sebagai program pelatihan vokasi bagi mereka yang sedang mencari kerja atau pekerja yang terkena PHK. Lalu apa susahnya mengatakan bahwa kartu ini ditujukan kepada mereka yang jobless atau pengangguran?
Ketika saya melihat film Parasite, mereka para pengangguran atau jobless selalu mencari cara keluar dari jeratan kemiskinan termasuk dengan melakukan tindakan melawan hukum. Jeratan kemiskinan semacam itu tidak ujug-ujug simsalabim bisa diwujudkan dengan sebuah kartu sebagai jaminan jobless meraih penghasilan tetap.
Mereka yang sudah nyaman dengan pekerjaan kotor atau menganggu ketertiban masyarakat akan sulit diajak untuk bekerja secara bersih. Nah, penggemis saja bisa mendapatkan uang ratusan juta dalam sebulan, kalau bekerja seperti orang pekerja biasa mana bisa mendapat uang segitu dalam sebulan.
Ini pun sama dengan yang ada di film Parasite. Mereka yang berasal dari keluarga miskin sudah terlanjur hidup nyaman dengan menipu. Mana bisa mereka mendapatkan gaji yang lebih besar kalau tidak menipu. Paling-paling mereka bekerja melipat kardus pizza yang kadang juga dipotong karena keteledoran. Inilah pola pikir yang salah.Â
Film Parasite ini benar-benar menggambarkan sebuah situasi terdesak dan gaya hidup yang menuntut mereka betah berlama-lama menjadi benalu bagi masyarakat. Karena yah memang begitu fakta sosial yang ada, yang kaya akan semakin kaya dan miskin akan tetap miskin atau makin miskin.
Lalu apa kartu pra kerja Jokowi ini mampu menyadarkan kaum-kaum benalu di Indonesia dan mengatasi kesenjangan sosial? Â
Langkah pemerintah memang baik dan mulia namun implementasi dengan kartu justru akan menambah beban. Bagaimana tidak, untuk mencetak satu kartu saja membutuhkan biaya besar. Jangan sampai dana penggadaan kartu malah dikorupsi oleh tikus-tikus berdasi sebagaimana kasus E-KTP dulu. Ini baru kartu belum uang gaji untuk si pemilik kartu.Â
Menggaji jobless juga bukan sebuah solusi. Yang paling penting justru menyadarkan pola pikir di masyarakat. Kaum benalu tidak akan pernah ada jika sistem perekonomian di Indonesia adil dan tidak tajam ke masyarakat ke bawah. Sehingga tindakan kriminal juga akan menurun seiring dengan keadilan ekonomi.
Tapi sepertinya hal itu tidak mudah diwujudkan hanya dengan mengandalkan kartu pra kerja. Korea Selatan yang sudah lebih mapan dari dulu saja masih berhadapan dengan masalah-masalah kesenjangan sosial apalagi Indonesia yang belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan yang sebagaimana Korsel alami.
Meski begitu, kita perlu belajar dari Korsel yang membangun perekonomian dari desa ke desa. Kenapa desa? Karena potensi desa itu sangat besar di sumber daya alamnya. Kalau mereka sudah sadar maka hal ini pun akan menurunkan celah urbanisasi yang meledak setiap tahunnya.
Urbanisasi ini menjadi momok penting dalam membangun kesenjangan sosial. Istilah kampung, kampungan, wong deso tak akan pernah ada jika di desa-desa dibangun konsep ekonomi yang matang bukan ujug-ujug dikasih kartu pra kerja begitu saja. Saya malah khawatir jika para jobless diberi kartu pra kerja mereka malah akan semakin nyaman dengan tidak berusaha lebih. Dalam arti mereka akan melakukan seperti apa yang tergambarkan dari film Parasite.Â
Bukankah kita sudah cukup kenyang dengan masalah yang ada di bantuan-bantuan langsung tunai sebelumnya? Mereka bukannya keluar dari jerat kemiskinan malah terperosok ke dalam jurang kemiskinan yang lebih dalam. Karena mereka terlanjur nyaman dengan kucuran dana. Sementara pola pikirnya masih sama. Ibarat ketika kita akan memancing, jangan beri ikan karena mereka justru akan puas dengan satu ikan saja, beda halnya dengan kita yang memberikan kail dan umpan maka mereka akan sangat puas dengan banyak ikan yang mereka dapatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H