Jika melihat sejarah asal-muasal ladies first seharusnya perempuan tidak ingin didahulukan atau mereka harusnya lebih berdalih siapa cepat dia dapat. Dulu, ladies first itu digunakan sebagai pancingan perang.Â
Perempuan disuruh untuk di depan supaya kalau ada musuh atau bom yang tertanam di tanah, perempuanlah yang terkena lebih dulu dan akhirnya lelaki bisa menghalau musuh.Â
Dengan kata lain, sejarah tersebut berkata bahwa perempuan dianggap tidak berguna dalam perang dan hanya sebagai umpan.
Kalau sudah tahu sejarah ladies first, apa iya perempuan mau selalu dianggap lemah. Bukankah kesetaraan gender di era modern ini harusnya perempuan dan lelaki setara dalam banyak hal?Â
Sepertinya agak susah menerima fakta kesetaraan gender apalagi setelah film Titanic laris manis. Dalam film tersebut, Leonardo Di Caprio rela mempertaruhkan nyawanya dengan memberikan Kate Winslet (pacarnya) sebuah papan.Â
Ketika kapal terbelah dua, kapal sekoci pun hanya dikhususkan kepada perempuan dan anak-anak. Sementara para lelaki tenggelam, menyisahkan badan yang dimakan hiu buas.
Sosok Leonardo dalam film Titanic dianggap sebagai pahlawan sejati karena mau memberikan harapan hidup kepada seorang perempuan.Â
Padahal sosok Leonardo pantas disebut pahlawan bukan karena menyelamatkan seorang perempuan melainkan menyelamatkan manusia atau mau berkorban demi orang lain.Â
Ungkapan ladies first seharusnya diubah dengan others first. Bukan untuk memberikan perempuan porsi lebih melainkan mengorbankan diri sendiri demi berbuat kebaikan untuk orang lain, bukan perempuan lain.Â
Tapi kalau sedang tidak ingin berkorban, yah jangan dipaksa. Sama seperti ketika sedang naik KRL, kalau si lelaki tidak ingin memberikan kursi pada perempuan yang setara, jangan dikasih kode dan diceramahi habis-habisan.Â
Kasihan si lelaki menanggung beban rasa malu, padahal ini zamannya kesetaraan gender bukan kesetaraan lelaki atau kesetaraan perempuan. Semuanya sama toh?Â