Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Manusia Layar

24 Januari 2020   17:17 Diperbarui: 24 Januari 2020   17:22 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://telset.id/

Adit membuka mata di pagi hari di mana ia mempunyai teman baru. Serpihan notifikasi akan muncul di layar ponsel pintarnya. Beberapa rekan sesama profesinya akan tidur berbantal guling berupa benda kotak bercahaya itu, lantas bangun melihat benda itu lagi, tak jauh berbeda dengan Adit.  Suara dering telepon seperti ia waktu kecil tidak akan pernah sama lagi. Rumah di samping kontrakannya sudah rata dengan tanah, di beli perusahaan penyedia layanan internet, sekarang berwujud tower. Adit lebih suka menyebut tower itu sebagai robot besi menjulang tinggi yang tidak bisa bergerak. Robot itu menjadi halaman kontrakannya kini. 

Kamar mandi kecil nan sempit itu akan menjadi saksi di awal yang baru bagi Adit. Ia akan bekerja lagi tapi dengan teman barunya. Sebagai lelaki paruh baya yang hidup sendiri, benda itu sudah lebih dari sekedar teman. Mungkin besok, siapa tahu ia akan menikah sungguhan dengan benda itu. Kau sendiri pasti tahu benda itu berwujud seperti apa. Selain berbentuk kotak, benda itu juga cepat panas, cukup sensitif.

Adit memakai baju profesinya, apa adanya. Tak hanya usang, wajah Adit juga agak kusam. Hal itu menjadi modal utama baginya. Beberapa rekan kerjanya mungkin saja sudah tiba di tempat kerjanya. Tak ada yang spesial dengan tempat kerja itu namun kali ini Adit harus bersyukur karena tanpanya mana mungkin ia bisa membeli benda yang ia panggil pujaan hati itu.

Setelah menyapa robot besi menjulang tinggi, Adit pergi meninggalkan kontrakan yang belum dibayar selama tiga bulan demi membeli pujaan hatinya. Perjalanan menuju tempat kerjanya pun tak ada yang spesial, meski begitu ada yang lain dengan perjalanan itu, Adit mendengarkan musik dangdut kesukaannya lewat pujaan hatinya itu. Sempurnalah Adit tidak mendengarkan suara klakson, orang mengoceh lantaran macet, siren ambulans dan tidak ada suara mbak-mbak yang menawarkan MLM di pagi hari.

Adit terus saja berjalan dengan earphone merah di kedua telinganya. Tempat kerjanya tidak begitu jauh dari kontrakannya, cukup berjalan selama kurang lebih dua puluh lima menit. Panasnya ibukota membuat perjalanan singkat itu menjadi terasa sangat jauh untuk sampai. Tapi memang sepertinya perjalanan kala itu benar-benar akan lama.

Kecelakaan mobil dengan motor di ujung jalan tak sengaja Adit rekam. Kejadian itu benar-benar ada di ponsel pintar miliknya. Kini, semua orang bergerombol ingin melihat apa yang terjadi. Gerombolan orang berdasi, ibu-ibu berdaster dan anak-anak berseragam sekolah membentuk lingkaran layaknya sedang ada tontonan sirkus monyet. Di tengah lingkaran manusia itu terdapat manusia lain, manusia berdarah lebih tepatnya.

Bangunan menjulang tinggi itu menjadi saksi bisu kecelakaan yang merenggut dua sejoli yang sedang boncengan naik motor. Sayangnya tidak ada CCTV di sekitar tempat kecelakaan itu, hanya Adit satu-satunya yang mempunyai rekaman kecelakaan itu. Adit pikir, ia akan mendapatkan uang kalau menyerahkan video itu ke polisi atau media. Sepersekian detik, Adit mengubah pemikirannya. Kalau sampai ia bertemu polisi, entah sesuatu kejadian tak mengenakkan bakal terjadi. Ia seharusnya menghindar dari polisi lantaran pekerjaanya yang tidak boleh diketahui polisi. Ia tentu memilih menyerahkan ke media biar viral. 

Adit memilih melanjutkan langkah kaki menghindar dari pusat keramaian. Sejauh mata memandang, polisi dan ambulans bergerak cepat mengevakuasi korban. Ia memilih melupakan kejadian itu, tapi bukan berarti ia harus menghapus video pertama di ponsel pintarnya.

Selama perjalanannya yang terasa jauh, Adit selalu memperhatikan puluhan orang yang berjalan di trotoar, bukan tempat berjalan kaki melainkan tempat berjualan. Puluhan orang yang berjalan tidak memperhatikan orang yang berjalan di depannya. Mereka semua merundukkan kepala begitu pula Adit. 

Jagad dunia maya sedang heboh-hebohnya, wakil rakyat yang tertangkap basah melakukan transaksi gelap, ada pula cerpen yang menyinggung kaum tertentu yang dinilai mencemarkan nama baik, pun puisi yang dibacakan oleh penyair baru di jagad maya- isinya kurang lebih sama, merasa kelompoknya paling benar. Semua heboh. Adit tak kalah heboh. Semalaman ia mengecek berita, media sosial dan Youtube. Ia mengomentari satu persatu komentar yang kontroversial dan sarkastik. Ia merasa kalau pendapatnya paling benar, semua orang di jagad maya pun tidak jauh beda.

Kuota internet Adit hampir habis pagi itu. Ia pun memilih nongkrong terlebih dahulu di kedai kopi dekat tempat ia bekerja. Biarlah terlambat, yang penting Adit bisa tahu semua hal yang sedang viral di dunia maya.

Belum ada satu pun batang hidung yang duduk di kedai kopi ujung gang itu. Adit, pelanggan pertama di pagi itu mendapatkan bonus kue. Kebetulan sekali ia belum sarapan. Harga kopi yang mahal tidak begitu menjadi masalah asalkan ia bisa wifian secara cuma-cuma. Wajah Adit berseri-seri melihat pelayan yang menyodorkan kata sandi wifi bertuliskan "I Love You."

Tak lama kemudian kopi pahit yang dipesan Adit datang, bukan tanpa alasan ia memesan kopi pahit. Kopi pahit selalu menandakan kalau suasana hatinya sedang pahit. Hutang piutang yang semakin menumpuk demi eksis di dunia maya akan dilakukan Adit asalkan ia dikenal di jagad maya. Tak apa hanya komentarnya saja yang dikenal asalkan dunia tahu kalau Adit pernah hidup di bumi selama tiga puluh lima tahun lamanya.

Tak lama di kedai kopi itu, Adit melihat istri sang wakil rakyat yang tertangkap basah melakukan transaksi gelap sedang selingkuh. Selingkuhannya pun berasal dari dunia selebriti. Adit tersenyum cenggenggesan karena telah menemukan mangsa. Ia akan membagikannya ke akun gosip di media sosial yang ia ikuti perkembangannya.

Berita itu pasti akan viral di media sosial, ia pun akan mendapatkan imbalan berupa uang balasan. Sayangnya, baterai ponsel pintarnya tiba-tiba habis. Ia mencari stop kontak lalu mengcharge ponsel pintarnya. Ia segera bergegas menuju tempat kerja begitu tersadar sudah lebih dari setengah jam di kedai itu.

***

Adit telah tiba di tempat ia bekerja. Ia sudah menggelar tikar di samping jembatan penyebrangan orang. Semua orang akan memelas karena kakinya yang buntung sebelah. Ia sangat jago dalam urusan kostum dan tata rias wajah. Kalau sudah sepi, Adit akan membuka ponsel pintarnya lantas kembali berselancar di dunia maya, sayangnya kuota internetnya habis. Apalagi ia baru tersadar lantaran ada foto selingkuhan sang istri wakil rakyat yang harus segera ia kirim ke akun gosip sebelum kadaluarsa. Sayang seribu sayang, ia tidak mungkin ke kedai kopi lagi lantaran uang yang ia hasilkan hari itu belum cukup. Alhasil, ia menunggu uluran tangan datang.

Lalu lalang orang yang berjalan sambil merundukkan kepala benar-benar melupakan keberadaan Adit. Semilir debu mobil jalanan yang dikatakan sebagai penyumbang perubahan iklim membuat Adit semakin kesal. Seribu saja belum ia temukan di kaleng bekas susu bubuk di depan wajah melasnya. Ia berharap kalau bisa makan siang di kedai kopi tadi lantas bisa membagikan video itu.

Sampai jam istirahat kantor tiba, belum ada seribu rupiah ia dapatkan. 

Ia kesal berpanas-panasan di kota metropolitan itu. Ia mendapatkan sebuah ide menarik yang ia dapatkan dari Youtube. Ia menuliskan sebuah kata di kardus, begini isi kata-kata itu:

"Kasihani saya yang belum internetan dua bulan. Beri saya wifi gratis sebagai makan siangku! "

Kata-kata itu menarik perhatian orang yang tadinya sibuk memperhatikan layar ponsel pintarnya. Adit berhasil, banyak orang merasa iba. Lantas menyalakan wifi gratis tanpa kata sandi.

Sayang seribu sayang, belum selesai mengupload videonya- Satpol PP datang membawa puluhan pasukan. Ia pasrah. Tapi ia merasa bersyukur begitu mendengar kalau di kantor Satpol PP -- katanya- tersedia wifi gratis, kencang pula sinyalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun