Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Dari Membaca hingga Suka Menulis, dari Fotografi Jadi Kepincut Toygrafi

5 Januari 2020   13:29 Diperbarui: 5 Januari 2020   18:49 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada seorang teman merasa tidak punya hobi. Ia tidak yakin betul apa yang ia lakukan berdasarkan apa yang ia sukai adalah hobi karena ia memiliki banyak hal yang ia sukai. Hobi, sebuah kata yang selalu menari-nari dalam pikiran kita, tapi apa sih sebenarnya hobi itu? Apakah hobi adalah yang kita lakukan secara berulang-ulang? Kalau begitu bekerja atau belajar adalah hobi kita.

Kalau merujuk pada KBBI, hobi adalah sebuah kegemaran, kesenangan istimewa pada waktu senggang bukan pekerjaan utama. Lalu orang yang pekerjaan utamanya berdasarkan kegemaran dan kesenangan istimewa, apa itu lantas tidak bisa disebut hobi?

Misal saja hobi si A menulis dan pekerjaan si A adalah content creator yang berhubungan dengan dunia tulis-menulis. Lah terus si A tidak punya hobi dong kalau merujuk pada definisi KBBI? Masih ambigu memang definisi hobi satu ini. Beda dengan definisi cita-cita yang sepertinya tidak banyak diperdebatkan karena merupakan goal atau pekerjaan yang kita inginkan dalam hidup.

Balik lagi pada kasus teman saya yang merasa memiliki banyak kegemaran dalam setiap aktivitasnya, namun ia masih bingung apakah itu sebuah hobi? Atau sebuah kegemaran semata sambil mengisi waktu luangnya?

Permasalahan teman saya juga saya alami sendiri. Dulu waktu kecil, kebiasaan teman satu kelas adalah menulis biodata diri yang salah satu poinnya mencakup hobi. Hobi saya lebih dari satu, yakni bermain petak umpet, menggambar dan belajar bahasa. Lalu berlanjut ketika saya cukup besar, saya meninggalkan ketiga hobi saya. Waktu kecil memang saya suka ketiga hal tersebut namun ketika tubuh mulai besar saya menemukan hal lain yang menurut saya lebih saya sukai dan gemari, entah apakah ini adalah hobi?

Ngaku, dulu pernah nulis beginian? Sumber: Selipan.com
Ngaku, dulu pernah nulis beginian? Sumber: Selipan.com

Lupa Membaca, Jadi Rajin Menulis?

Waktu SMA, saya beralih menjadi gemar membaca. Di waktu istirahat, saya selalu menyempatkan mampir ke perpustakaan. Saya akan meminjam dua sampai enam buku lalu membacanya gila-gilaan. Satu minggu saya bisa melahap lima buku, ini karena di waktu pelajaran yang tidak saya sukai (Sejarah dan PKN), saya diam-diam membaca buku lagian guru kedua Mapel saya itu mengajar dengan cara lama (bercerita panjang lebar, ngalor-ngidul tidak tahu arah). Saya juga membaca penuh seharian di waktu libur dan malam hari (jika tidak ada PR pastinya).

Berlanjut waktu masuk S 1, saya mulai meninggalkan kegemaran saya dalam membaca karena satu bulan hanya mampu membaca (mengkhatamkan) satu buku saja. Hal tersebut dikarenakan tugas kuliah menumpuk bejibun dan sibuknya saya dalam berorganisasi. Lantas apa saya bisa dikatakan masih berstatus hobi membaca, lah wong cuma satu buku saja yang bisa saya lahap sampai habis. Lalu apa hobi aka kegemaran saya selanjutnya? Tentu saja menulis.

Saya mulai suka menulis ketika dosen memberikan tugas membuat artikel dengan analisis tajam. Di samping itu, saya juga bergabung dalam organisasi kepenulisan. Berbagai genre saya geluti baik fiksi maupun non-fiksi. Entahlah, saya jadi suka menulis. Saya juga gemar ikut lomba menulis, beberapa kali saya mendapatkan juara meski bukan juara pertama. Lagi pula hobi tidak menuntut seseorang untuk menjadi juara, bukan? Karena di definisi tidak menyebutkan demikian.

Menulis tanpa membaca adalah kesalahan terbesar. Ibarat memancing tanpa menggunakan kail, dapat apa? Saya mulai menyadari bahwa hobi membaca saya waktu SMA sebenarnya masih ada. Kata-kata dalam setiap buku yang saya baca masih terngiang dalam otak, meski tidak begitu banyak, setidaknya saya masih ingat bagaimana seorang penulis membuat alur dan kerangka sebuah cerita sehingga terbentuk ide untuk menulis novel atau karya tulis.

Mempresentasikan jurnal hasil penelitian, dokpri
Mempresentasikan jurnal hasil penelitian, dokpri

Saya pun mulai membiasakan lagi untuk membaca. Tapi tidak sebatas buku, saya suka membaca apa saja secara daring maupun luring seperti koran kampus, berita, jurnal, artikel di situs dan bermacam-macam lainnya. Tapi kok, hobi saya waktu kecil (bermain petak umpet, menggambar, dan belajar bahasa) tidak membekas ? Jawabannya sudah jelas, saya masih lugu waktu itu. Saya tidak tahu mana yang benar-benar saya gemari, asal saya suka melakukan hal tersebut saya sebut sebagai hobi padahal saya tidak melakukannya secara berulang-ulang.

Jadi definisi hobi tidak sekedar sebuah kegemaran, kesenangan istimewa pada waktu senggang bukan pekerjaan utama. Tapi juga dilakukan secara berulang-ulang. Sama seperti teman saya yang juga memiliki banyak hal yang disukai namun dari kesekian banyak hal yang disukai pasti ada satu atau tiga hal yang paling disukai dari hal yang paling disukai. Ciri-ciri dari hal yang paling disukai dari hal yang paling disukai, tentu saja dilakukan berulang-ulang atau paling sering dilakukan di waktu senggang.

Fotografi atau Tooygrafi?

Toygrafi: kecil seolah besar, dokpri
Toygrafi: kecil seolah besar, dokpri

Sampai sini jelas, bukan? Kalau hobi bisa saja lebih dari satu karena bisa jadi kita melakukan banyak hal dari hal yang paling disukai atau gemari. Lantas kalau semua yang kita lakukan porsi kegemarannya sama, porsi kontinuitasnya seimbang, mana yang bisa disebut hobi?

Sebuah kegemaran, kesenangan istimewa pada waktu senggang bukan pekerjaan utama dan juga dilakukan secara berulang-ulang, saja tidak cukup untuk mendefinisikan hobi. Ada satu hal yang paling mendasar sehingga bisa kita sebut itu sebagai hobi yakni HASRAT atau PASSION.

Saya punya pengalaman dalam urusan hasrat ini. Setelah saya mendapatkan tugas sebagai fotografer di sebuah even, saya jadi kepincut untuk menggeluti bidang ini. Saya yang juga suka jalan-jalan tak lengkap jika tidak mengabadikan pemandangan lewat kamera. Mulanya saya hanya mengandalkan HP, lalu beberapa waktu kemudian saya mendapat uang lebih (hadiah lomba foto) sehingga saya putuskan untuk membeli kamera DSLR.

Masih amatiran dalam fotografi, tapi suka dengan bidang ini, dokpri
Masih amatiran dalam fotografi, tapi suka dengan bidang ini, dokpri
Saya merasakan hasrat fotografi ketika memotret objek kecil. Lama-lama kuketahui, ternyata ada istilah Toygrafi yakni memotret dengan objek mainan atau benda kecil sebagai model. Hal tersebut saya lakukan berulang-ulang di waktu senggang dan dengan perasaan suka serta hasrat tinggi, cocok dengan definisi hobi versi saya.

Mainan yang suka diajak berkelana, dokpri
Mainan yang suka diajak berkelana, dokpri

Menafkahi Hobi, Perlukah?

Definisi hobi sudah kelar, kini pertanyaan penting adalah apakah perlu menafkahi hobi? Beberapa orang tentu akan menganggap hanya menghambur-hamburkan duit. Tapi jangan salah, dengan menyalurkan hobi, seseorang bisa lebih produktif lagi (tidak monoton dalam hidupnya) dan seseorang bisa terhindar dari penyakit depresi karena masa bodoh amat dengan depresi selama seseorang bisa memiliki waktu luang dengan melakukan hal yang disayang lalu diulang-ulang dengan hasrat terang benderang.

Menafkahi hobi memang tidak wajib karena banyak pula hobi yang tidak mengandalkan uang seperti membaca. Dulu, waktu jaman SMA saya hanya pinjam buku karena uang saku yang tidak seberapa. Tapi begitu kuliah, makna buku lebih dari sekedar uang saku, jadi deh pemburu buku. 

Mau menafkahi hobi atau tidak, itu pilihan anda, tapi jika ingin lebih berkembang dengan hobi tentu menafkahi hobi adalah pilihan tepat. Yah, saya membuktikannya sendiri, saya menafkahi hobi membaca dengan membeli banyak buku dan saya menafkahi hobi menulis dengan mengikuti berbagai pelatihan dan juga membeli laptop.

Apa yang saya dapatkan? Saya jadi bisa berkesempatan menjadi seorang wartawan di sebuah perusahaan media begitu lulus tapi tidak lama karena saya lebih suka meneliti dan menganalisis sehingga saya memilih kuliah pascasarjana. Dengan menafkahi hobi tersebut, saya juga berkesempatan jalan-jalan gratis dan dapat uang (meski tidak begitu besar). Tapi intinya bukan apa yang kita dapatkan dari menafkahi hobi tapi lebih kepada kebahagiaan yang bisa kita rasakan dengan hobi yang kita kembangkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun