Mohon tunggu...
Musa
Musa Mohon Tunggu... -

Saya hanyalah seorang rakyat kecil yang tertarik pada kehidupan, kebaikan bersama dan buat semuanya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mitos Satrio Piningit

31 Maret 2014   00:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:17 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini di berbagai media, TV, Surat khabar, sosial media seperti facebook dan twitter, orang banyak membicarakan Jokowi. Dikesankan, Jokowi adalah Satrio Piningit yang ditunggu-tunggu, yang akan mampu membawa bangsa ini keluar dari permasalahan, mengangkat dari keterpurukan dan mensejahterakan rakyat dalam waktu singkat.

Dulu, ketika Pak Harto digulingkan, mitos Satrio Piningitpun melekat pada Megawati. Karenanya, ketika Mega gagal menjadi RI-1, rakyat, wabil khusus PDIP, ngamuk. Banyak gedung dan kantor dibakar.

Setelah Mega gagal mewujudkan impian mampu menghadirkan kemakmuran dalam masa pemerintahannya yang pendek maka rakyatpun berpaling kepada SBY. SBY-lah yang digadang-gadang sebagai the next Satria Piningit yang mampu mewujudkan Nusantara makmur dalam waktu sekejap. Wajahnya yang memelas, tinggi besar menyempurnakan harapan bahwa wahyu keprabon itu melekat pada Satrio Piningit bernama Susilo Bambang Yudoyuno. Segala kelemahan si Satrio Piningit dibungkus rapi, sikap ragu-ragu SBY selalu dinisbatkan sebagai sangat berhati-hati.

Kini,publik tahu bahwa kenyataannya Presiden SBY tidak seperti yang mereka harapkan. Meski pendapatan nasional naik, tetapi ratio gini meningkat drastis. Artinya, yang miskin semakin termiskinkan, sedangkan yang kaya semakin kaya raya. Rakyatpun mulai mencari harapan baru, dan harapan baru, terletak pada Satrio Piningit lain bernama Joko Widodo.


Simbul Bangsa Tak Berdaya,

Dalam hemat saya, kehadiran mitos Satrio Piningit yang bakal mampu menyelesaikan berbagai masalah kehidupan adalah simbul dari kemalasan dan ketidak mampuan suatu bangsa, atau bangsa yang lemah.

Kenapa? Karena mereka menunggu dan menunggu..menunggu ada pahlawan, super-hero atau siapalah yang akan mampu membalikkan keadaan dalam sekejap.

Mitos seperti itu, meskipun barangkali juga muncul di negara-negara maju, namun tidak sesubur di negara berkembang seperti Indonesia. Di Holywood ada Batman, Superman, Godot, namun hanya sebatas sebagai hiburan. Orang tak percaya kalau ada manusia super yang mampu menyelesaikan segalanya.

Bangsa yang kuat tidak akan menunggu, tetapi langsung bertindak. Mereka akan melawan terhadap kezaliman, tidak berpangku tangan menunggu kehadiran si Godot yang akan mengalahkan kedzaliman. Lihatlah bagaimana bangsa-bangsa maju  begitu serius bekerja mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, sementara bangsa-bangsa kalah menunggu saja hasilnya. Padahal, Tuhan sudah jelas berfirman tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang akan mengubahnya.

Terkait dengan begitu tingginya harapan pada Jokowi, sesungguhnya kami menyimpan kekhawatiran yang sangat. Jangan-jangan bangsa ini nanti akan dikecewakan lagi untuk ke sekian kalinya. Eufora yang begitu bergemuruh mengusung Jokowi for President telah mampu mengalahkan akal sehat untuk merekam jejak Jokowi secara fair, bahwa Jokowi sebagai manusia juga melakukan kesalahan, bahkan sangat fatal dalam perpektif kepemimpinan yang mengedepankan aspek Siddiq, Amanah, Fatanah dan Tabliq.

Lihatlah Solo yang belum habis ditinggalkan, Jakarta yang dijanjikan 5 tahun juga ditinggalkan, padahal komitmen itu diucapkan dengan sumpah, " Demi Allah saya bersumpah akan memegang amanah jabatan sebagai gubernur DKI selama 5 tahun sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku...", dan sumpah itu diucapkan dengan Qur'an yang diangkat diatas kepalanya. Dalam bahasa satire, jika sumpah terhadap Tuhan saja diingkari, bagaimana dengan sumpah dan janji terhadap manusia?

Berkali-kali bangsa ini dikecewakan dengan mitos kehadiran Satrio Piningit. Meski berkali-kali. bangsa ini tak juga belajar dan belajar. Gagal dengan harapan terhadap Satrio Piningit yang satu, dimunculkan harapan terhadap Satrio Piningit yang lain.

Mitos satrio piningit itu terus muncul dan berulang-ulang, tanpa kita tahu kapan harapan kemakmuran dan kesejahteraan itu akan terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun