Sejak terakhir kali aku meninggalkan Alena seorang diri di halte bus ini, ada penyesalan dan rasa kasihan yang masih menghantui pikiranku hingga detik ini. Aku sendiri tak tahu apa yang akan aku lakukan setelah kembali dan berada di halte bus ini. Sesekali aku memandangi tempat kosong di sampingku; tempat di mana Alena duduk dan menangis tanpa ada sedikitpun rasa malu dilihat banyak orang ketika itu. Aku yakin, tak banyak orang mengalami hal seperti ini di tempat umum.
Aku mencari-cari foto Alena di galeri gawaiku lalu dengan penuh kerinduan kupandangi wajah Alena yang sedang tersenyum. Sesekali jemariku menyentuh lembut layar gawaiku lalu tersenyum seorang diri. Aku sendiri masih bingung, apa yang sedang terjadi dengan diriku saat ini sehingga terus menerus datang ke halte ini seorang diri dan menghabiskan waktuku hanya untuk memandangi foto dan tempat kosong di sampingku.
Aku seketika dikagetkan dengan suara seorang gadis yang tak asing terdengar di telingaku. Suara yang bermalam-malam lalu masih menyapaku dengan lembut dan tak pernah lelah mengingatkanku untuk berhenti merokok. Perlahan kuangkat kepalaku dan memandangi gadis yang telah berdiri persis di hadapanku saat ini. "Aku kira, hanya aku seorang diri yang terus-menerus menyiksa diriku untuk selalu datang ke halte bus ini demi mencari sisa-sisa kenangan tentang dirimu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H