"Maaf mengganggumu nak. Ibu cuma mau mengabarimu, Om Bram meninggal," kata ibu langsung to the point.
Sejenak Mike mematung. Bayangan wajah lekaki yang disebutkan ibu muncul seketika dalam ingatannya. Lelaki itu, saudara kandung ibu yang membantu ibu mengurusi peternakan ayam peninggalan ayah setelah ayah pergi.
Lelaki yang menggantikan peran ayah ketika ia ditinggal pergi ayahnya. Kini Om Bram telah tiada. Dua sosok ayah hebat dalam hidup Mike telah tiada kini. Mike benar-benar hanya punya ibu sekarang. Tiada siapa-siapa lagi.
"Hallo, nak," suara ibu mengagetkannya.
"Kamu mendengarnya ?" Ibunya bertanya lagi setelah lama menunggu Mike merespon perkataan ibunya.
"Ya Bu. Aku mendengarnya," jawabnya cepat, berusaha menyembunyikan kesedihan pada ibu.
"Sudah dulu ya, nak. Ibu hanya memberitahumu soal itu saja. Jaga dirimu ya, nak. Doakan Om Bram semoga segala dosanya diampuni," kata ibu mengingatkan sebelum mengakhiri teleponnya.
Hati Mike berkecamuk tak karuan. Urusannya dengan Mega yang pagi-pagi sudah mengirimkan puisi ungkapan isi hatinya belum juga ia selesaikan, sekarang ia harus mendengar kabar duka meninggalnya Om Bram.
Mike tertunduk lesu. Kedua tangannya memegang dan meremas-remas rambutnya sendiri. Ia meraih handphonenya lagi, mencari foto Om Bram yang tersimpan di galeri  handphonenya, lalu menatap kosong wajah Om Bram.
"Om, maaf Mike tidak bisa pulang. Semoga Tuhan mengampuni segala dosa Om. Beristirahatlah dalam damai Om," katanya lirih pada foto Om Bram. Tanpa ia sadari air mata menetes di pipinya. Mike telah kehilangan dua sosok ayah dalam hidupnya.
Laki-laki yang beberapa tahun terakhir ia anggap pengganti ayahnya, yang membantu ibunya mengurusi ternak peninggalan ayahnya kini telah berpulang.
Rasanya seperti ia ingin berhenti berjuang sendiri disini dan pulang ke kampung, menghabiskan lebih banyak waktu bersama ibunya, membantu mengurusi semua keperluan usaha kecil peninggalan ayahnya. Rasanya tak tega meninggalkan ibunya yang kini benar-benar sendiri.