Mohon tunggu...
Hari Dwi Wahyudi
Hari Dwi Wahyudi Mohon Tunggu... profesional -

makhluk Tuhan yang paling unik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manusia dan Sang Waktu (2)

24 Maret 2012   22:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:31 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejarah bukan sekedar untuk dibaca,didongengkn dan dibanggakan...tapi sejarah mesti dipelajari untuk kita tahu capaian peradaban masa lalu, dan kita tak mengulang kesalahan masa silam...agar kita tak menjadi generasi tahanan sejarah...jasmerah,jangan sekali-kali melupakan sejarah...”

Sejarah adalah catatan tentang simbiosa antara waktu dan peristiwa, yang bisa saja dibelokan kemanapun sang penulis suka. Namun, sadarkah kita sebagai manusia yang merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia bahwa sejarah sering kali terulang meski mungkin dengan setting, tokoh dan causa yang berbeda.

Mataram Medang Kamulan, Sriwijaya, Singhasari dan Majapahit serta sederet nama-nama kerajaan pernah berdiri dengan megah di Nusantara yang makmur ini. Tapi, dimanakah kini kejayaan negeri yang terkenal itu?? Dimana pula jejak-jejak Majapahit yang begitu agung?? Majapahit yang menurut cerita wilayahnya membentang dari Sabang sampai Meuroke, Majapahit yang menurut pengakuan adalah salah satu negeri yang tak pernah takhluk oleh Emperium Mongol Sang Kubalai Khan. Yahh..., memang semua itu hanyalah tinggal cerita dan dongeng diatas panggung-panggung teater, bahkan menjadi mitos yang syarat dengan mistis.

Disadari atau tidak itulah karakter kita, bangsa manusia yang mendiami daratan disepanjang garis khatulistiwa yang dinamakan Nusantara ini. Sejarah mencatat, bahwa kita bangsa Nusantara ini begitu pandai mendirikan suatu negara akan tetapi kita sendiri pula yang menghancurkannya. Perebutan kekuasaan, pertikaian antara anak bangsa dan putera negeri sendiri dan ironisnya pula kita menyadarinya setelah kita terlalu lama ditindas oleh bangsa asing.

Masih terngiang ditelinga ketika ucapan para founding father Republik ini berkata bahwa kita mempunyai satu alasan yang sama untuk menjadi satu bangsa, yakni merdeka dari penindasan bangsa asing. Tapi, ketika kemerdekaan itu sudah kita raih apakah berarti kita kehilangan alasan untuk menjadi suatu bangsa???dan apakah kita harus mengulang kesalahan masa lalu, memporak porandakan bangunan sistem negara ini dengan sebab yang sama, pertikaian antar anaka bangsa dan putera negeri karena memperebutkan kue kekuasaan.

Apakah memang kita terlalu angkuh untuk bersama menjadi suatu bangsa yang kuat, damai dan sejahtera?? Dan apakah indahnya kebersamaan itu tak lebih berarti daripada sakitnya menjadi generasi bangsa tahanan sejarah????

Pogung Kidul SIA XVI/06 Yogyakarta, 05;55 WIB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun