Situasi yang terjadi di Konkep, khususnya pulau kecil Wawonii terhadap aktivitas pertambangan oleh PT Gema Kreasi Perdana, menuai konflik sampai saat ini.Â
Terbaru, berdasarkan video beredar di media sosial, ratusan masyarakat Desa Roko-roko, melakukan aksi perlawanan terhadap operasi pertambangan. Warga yang pada dasarnya memperoleh penghidupan dari hasil alam pulau Wawonii, tidak akan pernah rela membiarkan kezaliman ini dibiarkan begitu saja.Â
Upaya-upaya hukum telah dilakukan. Kekuatan legitimate pihak PT GKP, sudah batal dan seharusnya mengehentikan operasi, apalagi pengadilan tertinggi Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 57 P/HUM/2022 keputusannya melalui gugatan hak uji materiil oleh Integrity Law Firm kuasa hukum dari masyarakat Pulau Kecil Wawonii, sudah menganulirnya.Â
Hasil keputusan MA menyatakan, pemerintah daerah harus segera merevisi perda Nomor 2 Tahun 2021 pasal 24 huruf d Pasal 28 dan Pasal 36 huruf c tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) 2021-2041. Diketahui, pasal ini sudah menciptakan konflik di antara masyarakat Wawonii sejak 2019.
Namun apa yang terjadi, eksploitasi masih dilakukan. Pemerkosaan alam digenjot terus-terusan, padahal jeritan rakyat telah menggema, tak nampak terbesit hati nurani yang menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat kecil, khususnya pulau Wawonii.Â
Dimanakah sebenarnya hati nurani pihak penguasa?Â
Apakah telah tersimpan dalam tulang sulbi, yang bertransformasi jadi berahi?Â
Betul-betul besar kekuatan oligarki memenuhi kebutuhan dan kepentingannya sendiri.Â
Secara geografis, pulau Wawonii tidak direkomendasikan sebagai wilayah tambang. Meski kekayaan hasil alam melimpah, tapi tanpa pengelolaan yang efektif, akan memberikan dampak destruktif terhadap ekosistem sekitar.Â
Sebagaimana tertera dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 27