Titik peta berhenti tepat di depan sebuah rumah tunggal. Deru motor berhenti, suara tiwi tiba-tiba keluar memanggil pelan.Â
"Heyy, bawa masuk motor kalian!" ."Iya". Kataku singkat.Â
Seharian ini kita sudah hampir teler. Putar-putar kesana kemari mencari tempat tidur. Nasib baik ada teman-teman yang bersedia menampung kami. Seperti korban bencana saja.Â
Kami disambut hangat seperti keluarga Tiwi sendiri. Tidak usah tanya kopinya jenis apa, tapi dipastikan sudah ada di meja kaca. Rasanya lega bisa duduk menghembuskan napas disini. Memikirkan pekerjaan keseharian justru buat pikiran malah jadi terbebani.
Interaksi malam ini topik pembahasannya seputaran aktivitas melakukan survey di kelurahan Pomaala. Rentetan pertanyaan berubah menjadi cerita hangat, termasuk mamanya tiwi yang begitu antusias dalam berbincang-bincang.Â
Kakak himpunan ku di sela-sela jedanya, tak lupa mereview kembali data yang dihimpun seharian ini. Kecocokan KK dan inputnya bikin pelik, sudah cukup untuk menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Bang, itu kan ada 10 kuisioner, baru sebagian belum terisi, berarti kita ke sana lagi dong, besoknya." Tanyaku.Â
"Kita ke tempat survei mu saja dulu besok di Watubangga." Ucap jimin dengan tatapan tetap ke berkas-berkasnya.
"Baiklah". Batinku setengah lega.Â
Malam semakin larut. Seperti sebelumnya, setelah makan malam usai, Tiwi sebenarnya menyuruh kami untuk tidur segera, ia paham bahwa aktivitas kami tidaklah mudah dan pastinya lelah. Rasa kantuk ini semakin berat, terpaksa saya tidur duluan, sementara jimin masih saja berkutat dengan pekerjaannya. Ah, serumit ini kah?