Sekitar pukul 8 pagi, terjadi interaksi yang cukup menegangkan di kediaman subeno ini. Pada meja dan kursi yang berderet. Soekarno, hatta, Fatmawati yang memangku guntur, Singgih, sukarni, duduk memanjang. Soekarno beberapa saat membisu, bergeming. Sementara guntur putranya, menangis sejadi-jadinya.
Setelah ibu Fatmawati keluar dan Hatta juga menyusul. Singgih memanfaatkan kans ini. Soekarno sudah beberapa saat berdiam tanpa kata. Singgih memegang gagang pistol kanannya. Melihat gelagat ini semuanya bereaksi. Termasuk affan yang sedari tadi berdiri. Penekanan terhadap Soekarno terjadi. Golongan muda menghasut dan mendorong agar proklamasi kemerdekaan segera di umumkan. Rakyat Indonesia menantikan ini.
Beberapa saat kemudian Soekarno berbicara setelah beberapa lama terdiam dan bersedia atas permintaan ini demi bangsa dan negara. Atas keputusan ini, shudanco Singgih bersalaman, berterimakasih sepenuhnya kepada Soekarno. Affan dan Sukarni tetap berjaga, memastikan keamanan Soekarno Hatta dan keluarga.
Sementara itu, Singgih kembali ke Jakarta dan mengabarkan kepada kaum muda; Wikana, Chaerul Shaleh dan Sutan Syahrir bahwa Ir. Soekarno bersedia mengumumkan berita luar biasa akan kemerdekaan bangsa Indonesia. Esoknya, 17 Agustus 1945 tibalah saatnya bangsa mengukir prestasi bersejarah dan saat ini kita rayakan.
Sebagai pemuda maka tentunya tidak bisa melewati ini semua dengan biasa-biasa saja. Bangsa ini lahir melalui perjuangan dan pergerakan yang sungguh-sungguh murni atas kaki tangan bangsa sendiri. Sudah barang tentu kita bisa mengambil peran dalam setiap lini agar menjadi bangsa Indonesia yang kuat .
Referensi: Detik-detik Proklamasi/ Tempo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H