Lanjut dari pada itu, kekhawatiran kembali mewarnai laju motor dengan perlahan membela jalan yang sebentar lagi tenggelam dalam gulita pekat. Ini sudah pukul 17.30 WITA, kami belum sampai ke kota Kolaka yang jika kami pantau terus pada maps titiknya sudah sangat dekat.Â
Sementara Pohon pinus pada sekeliling jalan memberi suasana horor dengan kabut yang mulai turun menyelimuti. Barangkali mengingatkan pada film-film berhantu dalam penjelajahan menuju tempat angker.Â
Bagaimana tidak khawatir? Kami tak tahu hendak bermalam kemana, Kolaka dengan wilayah yang luas sebenarnya ada beberapa kawan beralamat disana, tetapi ini soal dadakan dan titiknya pun tidak tahu persis.Â
Satu-satunya yang menjadi harapan besar adalah menginap pada rumah sahabat sekelas, namanya Elis Wati yang siang sebelumnya dengan terbuka mengajak untuk singgah ke rumahnya.Â
Melalui pesan singkat via WhatsApp, terlebih dahulu sebelumnya pada suatu pagi kami telah kabari hendak kesana untuk melakukan survei. Saat itu juga perempuan yang ayu ini menyambut dengan sumringah dan membagikan titik tempatnya.
Kumandang magrib telah terdengar jelas, gerbang kota Kolaka telah kami masuki. Maps menuntun kami ke jantung kota. Beberapa kali kami turun untuk mencari tempat rehat sejenak atau buang hajat,,..
"Mau kemana kita ini far"?Â
"Mau tidur dimana malam ini"! Keluh kembali kakak Himpunanku,,.Â
Berlanjut,,,,,,
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI