Bukankah lebih baik kita bercinta saja dari pada Berperang ?
Peperangan selalu menyertai dua kubu yang beradu dan memiliki kepentingan. Masing-masing punya alibi tersendiri bahwa dirinyalah yang berada dalam jalur kebenaran.
Peperangan adalah imbas ketika cinta sudah tak lagi menjadi dasar dalam mengambil suatu kebijaksanaan. Dalam ihwal percekcokan pemikiran, hasrat, ideologi, atau kepentingan yang lain, klaim sudah menjadi santapan lezat bahwa unsur-unsur tersebutlah yang selayaknya harus terus menunjukkan taringnya meskipun dengan konsekuensi tragis.
Satu lagi menariknya adalah ketika muncul pihak yang lebih memilih untuk diam atau tidak menyatakan sikap daripada harus digiring untuk sama-sama merasakan percikan pergumulan. Lebih tepatnya mereka "Netral" saja atau berada dalam zona nyaman.
Lalu kemudian kenapa cinta harus diseret dalam masalah percekcokan ini, tidak sama sekalipun ada implikasi perang dengan cinta?
Sebagai jawabannya adalah Justru adanya kekacauan akibat dari peperangan muncul kepermukaan tatkala rasa hidup dalam realitas yang berbeda dan berkorban untuk manusia sekitar tidak lagi bercokol dalam sanubari, rasa seperti itulah arti cinta dalam sudut pandang penulis dari sisi yang paling sempit.
Semua orang bisa menafsirkan cinta berdasarkan apa yang telah dia rasakan dan pahami, itulah persepsi. Semua orang pun juga memiliki hak untuk merasakan akuisisi dari pada cinta itu bukan malah dicederai.
Kalau mau tahu lebih memahami esensi cinta lebih mendalam, sangat direkomendasikan untuk membaca karya tulis Jalaluddin Rumi, yang sering dinisbatkan sebagai penyair cinta yang masyhur.
Terlepas dari itu, perang pada kenyataannya sudah menjadi opsi terakhir ketika jalur diplomasi tidak lagi berhasil. Rusia yang saat ini menginvasi Ukraina telah meluluhlantahkan sebagian besar infrastruktur di ibu kota Kiev, atau wilayah timur Ukraina yang menjadi incaran pertama.
Sekalipun berdalih dengan pernyataan bahwa yang menjadi sasaran agresi militer adalah perkantoran militer, tapi kehancuran yang ada sekarang dapat kita saksikan melalui media bahwa betapa banyak yang menjadi korban, fasilitas pendidikan pun juga menjadi sasaran sabotase. Untaian Cinta hanyalah diksi-diksi yang seolah-olah tak memiliki implementasi sepeserpun.