Mohon tunggu...
musa abdurrahman hilal
musa abdurrahman hilal Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (23107030104)

Hidup itu ketika kalian bernapas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teras Malioboro: Melodi Baru dari Harmonisasi Pedagang dan Kenyamanan

22 Juni 2024   23:53 Diperbarui: 23 Juni 2024   00:02 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar: Dokumen Pribadi

 

Yogyakarta, kota yang memikat dengan pesona budaya dan keramahannya, telah lama menjadi surga bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Salah satu ikon terkenal dari kota ini adalah Jalan Malioboro, yang selalu ramai dengan pedagang kaki lima, hiruk pikuk pengunjung, dan aroma khas dari makanan jalanan.

Di balik gemerlap Malioboro yang ramai, terdapat trotoar yang dulunya dipenuhi pedagang kaki lima. Kesemrawutan ini mendorong pemerintah Yogyakarta untuk melakukan penataan, melahirkan Teras Malioboro sebagai solusi.

Dibangun di atas lahan yang dulunya merupakan Bioskop Indra dan Dinas Pariwisata DIY, Teras Malioboro hadir sebagai solusi atas kesemrawutan Malioboro, khususnya di area trotoar yang dulunya dipenuhi pedagang kaki lima.

Penataan ulang ini membawa angin segar bagi pedagang dan pengunjung, memberikan pengalaman baru yang lebih teratur dan nyaman. Melalui wawancara eksklusif dengan pedagang dan pengunjung, kita akan mendalami transformasi ini dan dampaknya terhadap semua pihak yang terlibat.

Bagi pedagang Bakpia 088, perpindahan ke Teras Malioboro menghadirkan atmosfer baru. "Pedagang yang berada di sepanjang trotoar dipindahkan ke teras satu, sebagian lagi di teras dua," Ujar pedagang bakpia 088.

Dulu, mereka merasakan kemudahan berjualan di trotoar. Kini, mereka dihadapkan pada tantangan untuk menarik perhatian pembeli di tengah deretan ruko yang tertata rapi. "Kalau di trotoar pembelinya langsung tertuju, beda kalau di Teras Malioboro, pengunjung harus benar-benar masuk ke kawasan Teras Malioboro terlebih dahulu. Harus naik eskalator dulu," tambahnya.

sumber gambar: Dokumen Pribadi
sumber gambar: Dokumen Pribadi

Meskipun demikian, para pedagang bakpia ini tetap memberikan daya tarik tersendiri yang menghadirkan produk bakpia mereka sendiri secara dadakan, "Kami nggak ngambil dari produsen lain, jadi setiap bakpia yang dijual memiliki cita rasa yang khas dan autentik," jelas pemilik Bakpia 088.

Tidak hanya pedagang makanan yang merasakan perubahan, penjual pakaian seperti Penjual Kaos juga memiliki pengalaman serupa. Mereka pindah pada tahun 2022 dan menjual baju dengan harga yang bervariasi, dari 40 ribu hingga 65 ribu rupiah, tergantung jenis kain dan sablon yang digunakan.

"Setiap ruko memiliki produsen yang berbeda-beda, ada yang ngambil dari Bandung, Jatinegara," kata salah satu penjual kaos di Teras Malioboro. Hal ini menciptakan variasi produk yang lebih luas bagi para pembeli.

Penataan pedagang di teras Malioboro juga menarik banyak pendapat dari pengunjung, salah satunya Heru Sulistyo seorang guru dari SD Negeri 1 Pegagan, Kecamatan Palimanan, Cirebon, yang membawa 47 siswanya untuk bertamasya ke Yogyakarta dalam rangka merayakan kelulusan mereka.

Menurutnya, dengan adanya Teras Malioboro, kawasan ini menjadi lebih tertata rapi dibandingkan sebelumnya. "Dulu kan di trotoar semrawut," ujarnya. "Ke Teras Malioboro karena ya memang kebetulan rencana ingin ke Jalan Malioboronya, tapi jauh ya, akhirnya kita belokin ke sini sekalian anak-anak yang mau belanja makanan atau pakaian". ujarnya. Tambahnya.

Dengan adanya teras Malioboro kegiatan wisata Heru dengan siswa-siswanya menjadi lebih effisien"Di sini anak-anak bisa berbelanja dan menikmati suasana Malioboro yang tertata dan terpusat," ujarnya.

sumber gambar: dokumen Pribadi
sumber gambar: dokumen Pribadi

Ibu Sri Sunarni, seorang wisatawan dari Solo, memberikan pandangan yang berbeda. Dia sudah lama mengetahui tentang Teras Malioboro dan mengunjungi tempat tersebut setiap kali ada kesempatan kerja di Yogyakarta. Menurutnya, memindahkan UMKM ke Teras Malioboro memiliki kelebihan dan kekurangan.

"Kelebihannya untuk pengunjung senang, kalau di trotoar jadi rame, tapi kasihan pedagang yang punya kios jadi kalah saing dengan yang jualan di trotoar," ujarnya. Ia menambahkan bahwa perpindahan ini dapat meningkatkan pemerataan bagi UMKM karena pedagang yang tidak memiliki kios dan yang memiliki kios jadi punya lahan masing-masing. Namun, dari sisi pengunjung, ini memerlukan waktu ekstra untuk mengunjungi Teras, sehingga kurang efisien waktu.

Ibu Sri juga mencatat bahwa semenjak ada teras Malioboro, harga-harga mulai konsisten, mengurangi kecurangan yang sering terjadi dulu. "Dulu sering kali ada kecurangan dari pedagang, semisal yang beli dari luar Jawa biasanya akan di mahalin," kenangnya.

Pengalaman buruk lainnya adalah ketika pedagang langsung membungkuskan barang tanpa memberitahu harga terlebih dahulu, yang kemudian harganya ternyata mahal. "Kadang dulu pedagang kalau ditanya harga ngga dijawab tapi langsung dibungkuskan dengan harga yang relatif mahal," tambahnya.

Teras Malioboro memang membawa angin segar bagi tata kelola kawasan wisata di Yogyakarta. Dengan adanya penataan ulang ini, Malioboro menjadi lebih rapi dan teratur, memberikan kenyamanan bagi pengunjung yang ingin berjalan-jalan atau berbelanja. Keamanan dan kebersihan juga lebih terjamin karena pengaturan yang lebih baik.

Teras Malioboro bukan hanya tempat berbelanja, tetapi juga simbol penataan dan kemajuan Malioboro. Kehadirannya membawa manfaat bagi berbagai pihak, baik pedagang, pengunjung, maupun wisatawan.

Namun, perjalanan Teras Malioboro masih panjang. Tantangan untuk menarik lebih banyak pengunjung dan meningkatkan daya saing para pedagang masih perlu dihadapi. Para pedagang perlu beradaptasi dengan lingkungan baru dan perubahan kebiasaan pembeli.

Mereka harus lebih kreatif dalam menarik pengunjung untuk masuk ke dalam Teras Malioboro. Sementara itu, pemerintah perlu terus memantau dan memastikan bahwa penataan ini memberikan manfaat jangka panjang bagi semua pihak, termasuk para pedagang kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal.

Sementara bagi pengunjung seperti Heru Sulistyo, ini memberikan pengalaman berbelanja yang lebih nyaman dan teratur. "Dengan adanya Teras Malioboro jadi lebih tertata rapi ya dari yang dulu, karena dulu kan di trotoar semrawut," katanya. Pengalaman yang lebih baik ini diharapkan dapat menarik lebih banyak wisatawan ke Yogyakarta, mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.

Ibu Sri Sunarni juga menyoroti pentingnya konsistensi harga dan keadilan bagi pedagang, mencatat bahwa "harga-harga di Teras Malioboro mulai konsisten, karena dulu sering kali ada kecurangan dari pedagang, semisal yang beli dari luar Jawa biasanya akan di mahalin." Keberhasilan ini tidak hanya akan meningkatkan pariwisata di Yogyakarta, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat.

Dengan sinergi antara pemerintah, pedagang, dan pengunjung, Teras Malioboro bisa menjadi model penataan kawasan wisata yang bisa diterapkan di tempat lain. Transformasi ini adalah bukti bahwa perubahan yang dikelola dengan baik dapat membawa manfaat besar bagi semua pihak.

Teras Malioboro bukan hanya tempat berbelanja, tetapi juga menjadi wadah bagi para UMKM lokal untuk menjangkau lebih banyak pembeli. Di sini, pengunjung dapat merasakan pengalaman berbelanja yang lebih nyaman dan tertata, sekaligus mendukung usaha kecil menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian Yogyakarta.

 sumber gambar: Dokumen Pribadi
 sumber gambar: Dokumen Pribadi

Teras Malioboro masih terus berkembang dan berbenah diri untuk memberikan pengalaman terbaik bagi pengunjung. Diharapkan Teras Malioboro dapat menjadi ikon baru Malioboro yang tak hanya menarik, tetapi juga nyaman, lestari, dan mampu meningkatkan taraf hidup para UMKM lokal.

Teras Malioboro tidak hanya merevitalisasi wajah pariwisata Yogyakarta tetapi juga memperkuat identitas budaya kota yang penuh dengan sejarah dan keunikan. Dengan demikian, masa depan Teras Malioboro terlihat cerah, menjadi destinasi yang tidak hanya dikunjungi tetapi juga dicintai oleh banyak orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun