Mohon tunggu...
Musaafiroh el Uluum
Musaafiroh el Uluum Mohon Tunggu... Penulis - Sang Pengembara dari Pesantren

Tak sekedar memandang awan berarak Juga bukan sekedar mereguk kopi hitam yang enak Tapi... Musaafiroh el-'Uluum

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerbung...

1 Juni 2019   08:00 Diperbarui: 1 Juni 2019   08:07 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"'...Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian mengerjakannya maka kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam diantara kalian' Hadis ini diriwayatkan oleh bapakku Imam Muslim". "Ohh.. macem tuh...." sahut Sholah dengan mengacungkan telunjuk kanannya dan berkacak pinggang ala upin-ipin.

"Emang ada apaan sih Shol, kok kamu tiba-tiba kemari?" Tanyanya pada Sholah.

"Gini bang.." kata Sholah mencoba menjelaskan sembari menaikkan kedua tangannya pada pinggang rampingnya seolah-olah akan bercakap dengan serius. "Akhhir-akhir ini...".

"Brrakk... dorr...dorr..". belum sempat si Sholah menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba terderngar suara mengejutkan. Sontak keduanya menoleh ke sumber suara. Rupanya ada kecelakaan di ujung jalanan sana. Segera mereka menghampiri jasad yang tak lagi berdaya di tengah jalan yang lenggang kendaraan tersebut. 

Ternyata ia korban tabrak lari dan darahnya... oh... terlalu banyak. Mereka langsung membawanya ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan pertolongan. Mereka tak membawanya ke rumah sakit karena tempatnya yang sangat jauh di kota.

"Cepet Shol.. cepet Shol.." Kata mereka bersamaan karena memang nama mereka hampir kembar. Mereka terhuyung-huyung mengangkat korban tabrak lari yang memang bobotnya mengalahkan berat badan mereka berdua.

# # # #

Di Ruang Tamu...

Angin malam yang sangat mengusik, memaksa kulit kerontang Sholeh dan Sholah dibalut jaket tebal. Sementara nyawa yang sempat tak tertolong telah sehat bugar 'anteng' di tengah-tengah mereka, bahkan ikut andil menyeruput kopi luwak yang sengaja dibikin sepanas lahar gunung berapi karena dinginnya udara di luar. 

Wajahnya jadi ikutan dingin. Bibirnya terlihat pucat. Kurang darah, pikir mereka. Karena tadi kehilangan banyak darah di TKP. "Sruutt.." Hingga terdengar suaranya yang kemudian disusul ahhnya.

"Uhuk..uhuk.." bapak tua tadi terbatuk mungkin karena tak terbiasa minum kopi asli dari lubang angin sang luwak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun