Mohon tunggu...
Musaafiroh el Uluum
Musaafiroh el Uluum Mohon Tunggu... Penulis - Sang Pengembara dari Pesantren

Tak sekedar memandang awan berarak Juga bukan sekedar mereguk kopi hitam yang enak Tapi... Musaafiroh el-'Uluum

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerbung...

1 Juni 2019   08:00 Diperbarui: 1 Juni 2019   08:07 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di bantaran sungai Bengawan Solo ini Sholeh ngelamun, tepatnya 'bertafakkur' memikirkan ciptaan Allah dan'bertadabbur' mengambil ibrah dari nya. Jalanan memang nampak begitu lenggang karena ini adalah hari libur. Libur bekerja juga libur sekolah. 

Dengan mememeluk kedua kaki yang disilangkan, ia sedikit merenggangkan kalungan tangannya sembari memainkan setangkai tumbuhan liar pada tangan kanan. Ia mengamati lekat airnya yang jernih mengalir deras dari satu arah ke arah yang lain. 

"Aku ingin menjadi seperti air" Gumamnya dalam hati. Air bengawan itu menarik untuknya. Ia berfikir tentang mulianya sifat air yang seharusnya dimiliki manusia dalam menempuh kehidupan yang sekarang ini. Mengapa?. Karena air mempunai sifat yang sangat jarang dimiliki manusia-manusia zaman sekarang. 

Lihatlah ia yang mengalir dengan tenang dan pasti itu, ia tetap saja mengalir meski beberapa batu besar menghalang di depannya. Begitu juga manusia yang harus menjadi sepertinya. Walaupun halangan dan rintangan menghadang kita tak boleh berhenti, jangankan berbalik halauan. 

Pernahkah kita lihat air di sungai itu berhenti? Bahkan berbalik arah aliran karena sesuatu menghadang di depannya? Tidak. Tidak mungkin. Lain lagi dengan air yang dialirkan di akuarium, ia memang wadah terbatas. ia memang diam. Ia berhenti dan tidak dikatakan mengalir. 

Lagi, sifat air yang lain ialah ia yang tidak pernah mengeluh, menerima apa saja yang dilemparkan kepadanya, bahwasannya manusia harus bisa menjadi pribadi yang terbuka dan menerima segala bentuk masukan, saran, dan kritik orang dengan lapang dada. 

Lihatlah air, ketika kau masukkan apa saja ke dalamnya, pernahkah ia marah dan melempar kembali ke arahmu? Tidak, sungguh tidak mungkin. Subhanallah, Allah memberikan ibrah pada apa saja yang diciptakan-Nya. Sungguh tak ada yang sia-sia di muka bumi ini.

"Plakk..". "Hei Sholeh". Sebuah tepukan mendarat dipunggung kurusnya

"Eh, sialan luh". "Astaghfirullah...". kata Sholeh sembari menepuk bibirnya sendiri yang telah tidak sengaja berkata kotor karena saking kagetnya. "Apaan sih kamu Shol? Assalamu'alaikum kek..main tepuk aja, bikin kaget tauk". Sinis Sholeh pada Sholah. Saudara kembarnya. "Eh.. iya-iya Assalamu'alaikum Shol...". kata Sholah sambil cengar-cengir.

"Wa'alaikumussalam... gitu dong ...jangan main tepuk aja". Balas Sholeh.

"Kan udah dijelaskan tuh sama Nabi saw tentang keutamaan mengucap salam, kira-kira begini '...Awalaa adullukum 'alaa syay`in idzaa fa'altumuuhu tahaababtum? Afsyuu assalaam bainakum'". Jelasnya menirukan gaya seorang Ustadz. "Yang artinya baang.." Cerocos Sholah yang ditanggapi Sholeh dengan gelengan kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun