Atas dasar hal itu, saya dan istri serta keluarga terus mendawamkan bacaan tersebut, sebagai salah satu benteng batin untuk menangkal serangan dan menjauhi ancaman virus Korona. Jika diperhatikan dengan seksama, terdapat kata  'al-Musthofa', yang merujuk pada nama Muhammad Rasulullah Saw. Harapan besarnya, mudah-mudahan anak kami dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, menjadi manusia terpilih, dan bertahan dalam keadaan apapun, serta terhindar dari berbagi musibah, bala', bencana, dan wabah. Tentu, pentingnya doa itu menjadi pengingat bagi siapa saja, terutama kami berdua, bahwa  menyebut 'al-musthofa' sebagai bagian dari susunan doa agar salah satunya terhindar dan selamat dari Pandemi Virus Korona 2020.
'Al-Musthofa' juga bermakna manusia terpilih, karena hal ini menegaskan bahwa putra kami bagian dari sebuah dzat terpilih yang telah memenangkan persaingan ketat. Sebelum ia menjadi janin, ada proses panjang yang luar biasa. Bersama dengan ribuan atau bahkan jutaan sel sperma, Ia harus bisa bertahan dan berjuang agar dapat masuk ke satu sel telur sang ibu. Hanya satu sel sperma saja yang terbaik dan terpilih untuk dapat masuk dan terikat oleh sel telur. Pada akhirnya, menjadi cikal bakal tumbuhnya janin hingga terbentuk zat sempurna yang Allah kehendaki untuk lahir ke bumi, dengan membawa panji dan amanah agama Allah SWT. Semoga, semangat juang, bertahan, dan menjadi manusia terpilih, akan terus melekat sepanjang hayat pada putra kami, hingga menjadi manusia paripurna yang bermanfaat baginya, keluarganya, agama, bangsa dan negaranya, Aamiin.
Selesai penjabaran tentang 'al-Musthofa', atau nama depan Mustofa. Selanjutnya, nama belakang, 'Madda'. 'Madda' diambil dari bahasa Arab, bermakna memperpanjang, menjaga, atau memelihara (tergantung konteksnya). Madda atau Mada juga berasal dari bahasa sankskerta atau bahasa jawa yang bermakna  berani, cerdas, dan bekerja keras.Â
Sebagai putra asli keturunan Jawa, maka penting untuk memperteguh nama kejawaan yang melekat padanya (Meskipun, 'Madda' berasal dari bahasa Arab juga). Mengingat, Â keluarga besar merupakan asli keluarga Jawa. Ia harus dapat memahami adat-istiadat, silsilah, dan keluruhan nenek moyang Jawa. Di mana saja berada, dan sampai kapanpun, ia tidak serta merta melupakan jati dirinya sebagai putra dari suku bangsa terbesar di Nusantara.
Pilihan nama belakang 'Madda' juga lebih condong dari sebuah harapan, agar ia tumbuh menjadi ksatria dan pemimpin besar seperti Patih Gadjah Mada. Patih Gadjah Mada tercatat dalam sejarah, namanya dalam keabadian setelah berupaya menyatukan kerajaan-kerajaan di nusantara saat itu. Sebagaimana Muhammad Yamin tulis dalam karya bukunya berjudul, "Gajah Mada: Pahlawan Persatuan Indonesia". Seorang patih yang handal dari kerajaan Majapahit, telah mampu mewujudkan harapan dan cita-cita besarnya, mewujudkan kesatuan dan persatuan Nusantara. Ia mempunyai komitmen dan memperteguh keinginan itu salah satunya melalui i'tikad dan kesungguhan yang tertuang pada  "Sumpah Palapa (Amukti Palapa)". Sumpah itu berbunyi "Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti palapa." Artinya, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikian saya (baru akan) melepaskan puasa." 'Puasa' menjadi tanda komitmen dalam berjuang mewujudkan cita-citanya.Â
Sri Wintala Achmad dalam bukunya, menyebutkan bahwa konsep penyatuan nusantara sudah ada sejak Kertanegara (Raja Singoshari terakhir). Namun pada kenyataannya, Gajah Mada mampu mengoptimalkan hasil dari Gagasan Nusantara sehingga Majapahit menjadi kerajaan terbesar. artinya Gajah Mada mampu memelihara, menjaga, melestarikan gagasan leluhurnya untuk menyatukan nusantara.Â
Mengingat Gajah Mada lahir disekitaran gunung Arjuna dan atau sekitaran bantaran sungai Brantas. Hal ini menjadi menarik, karena orang tua dan neneknya berasal dari wilayah yang tak jauh dari tempat yang dimaksud. Ibu dan keluarganya juga berasal dari Lumajang, Jawa Timur, dan bapak serta keluarga besarnya juga berasal dari Blitar Jawa Timur. Terlihat ada  benang merahnya, terlebih sebagai pengingat asal usul geografis orang tua dan nenek moyangnya. Meskipun, kakeknya berasal dari tanah keresidenan Demak (Saat ini Purwodadi, Jawa Tengah).
Mahapatih Amangkabumi Majapahit Gadjah Mada ternyata mempunyai kepribadian luhur. Dalam Encyclopedia Britannica (2015), Gadjah Mada dikenal sebagai orang yang fasih, tajam bicaranya, jujur dan berpikir jernih. Walau, ia dilahirkan dari orang biasa, lantas ia diangkat sebagai patih karena dedikasi dan loyalitasnya terhadap raja dan kerajaan. Kebetulan, saat ini, saya juga tengah menjadi staf pimpinan  di sebuah institusi negeri.
Guna mengenang nama besar Gajah Mada, banyak pihak menjadikannya sebagai nama beberapa infrastruktur penting. Sumpah Palapa menginspirasi nama satelit pertama Indonesia, 'Satelit Palapa'. Begitu juga dalam dunia pendidikan, pemerintah Republik Indonesia dan kesultanan Ngayogjakarta juga memilih namanya sebagai nama kampus terbaik di Indonesia, yakni Universitas Gadjah Mada. Belum lagi, beberapa ruas jalan di kota besar di Indonesia juga banyak dijumpai nama besar, Gajah Mada.
Nama Mustofa Madda, merupakan pengejawantahan dari nuansa Islam dan nuansa Jawa. Bukan tidak mungkin, akulturasi nama yang ada merupakan wujud dari Islam Nusantara yang cenderung berislam tanpa meninggalkan adat-istiadat luhur bangsa Jawa, asalkan tidak bertentangan dengan syariat Islam.Â
Nama Mustofa Madda, juga merupakan pengejawantahan dari meleburnya nama Bapaknya, Musyaffa', dan ibunya, Asih Nurwahyuni. Musyaffa' juga merupakan nama dan atau gelar lain yang disandang oleh Nabi Muhammad Saw. Sedangkan nama ibunya lebih cenderung tersadur dari nuansa kental Jawa. Tentu, Mustofa Madda lahir dari Bapak dan Ibu yang biasa saja.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!