Mohon tunggu...
Musyaffa M Sos
Musyaffa M Sos Mohon Tunggu... Dosen - When we should change, there is chance

We never die, couse always think and show writting....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Media Komunikasi dan Perkembangannya

24 Maret 2020   17:00 Diperbarui: 30 Maret 2020   14:45 1256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Pesan penting dari Raja itulah yang selanjutnya dikenal istilah 'Titah Raja atau Sabda Raja'. Biasanya mereka tulis pada Kulit kerbau. Apakah saat ini masih dijumpai hal demikian? Iya, terutama pada daerah-daerah yang masih kental dengan nuansa Kerajaan. Misal, Titah Raja Kesultanan Ngayogjakarta Hadiningrat. Pada Kamis,30 April 2015, Raja Yogjakarta, Sri Sultan Hamengkubowono X, mengeluarkan Titahnya, yang dikenal dengan 'Sabdaraja'.  Adapun isi lengkapnya sebagai berikut:

"Gusti Allah Gusti Agung Kuasa cipta paringana sira kabeh adiningsun sederek dalem sentolo dalem lan Abdi dalem. Nampa welinge dhawuh Gusti Allah Gusti Agung Kuasa Cipta lan rama ningsun eyang eyang ingsun, para leluhur Mataram Wiwit waktu iki ingsun Nampa dhawuh kanugrahan Dhawuh Gusti Allah Gusti agung, Kuasa Cipta Asma kelenggahan Ingsun Ngarso Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya Ning Mataram Senopati ing Ngalaga Langgenging Bawono langgeng ing tata Panatagama. Sabda Raja iki perlu dimengerteni diugemi lan ditindake yo mengkono." 

Di era saat ini, Titah Raja sebagaimana tersebut di atas, disebarkan melalui media massa. Namun, uniknya, pada era terdahulu, Titah Raja harus dipasang di Alun-Alun pada pohon-pohon besar atau diedarkan melalui para prajurit dengan menunggangi kuda. Mereka sebarkan ke seluruh rakyat dengan berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya. Titah Raja sebagaimana tersebut di atas, masih bersifat satu arah. 

Pada era Kerajaan, suara rakyat dapat juga tersampaikan melalui aneka media yang unik. Rakyat dapat menyampaikan aspirasinya melalui seni budaya yang disenangi raja. Bentuknya beragam dan menggunakan bahasa, "Panca Curiga". Hal itu biasanya berbentuk, Silib, Sindir, Seloka, Sasmita dan Simbol. 

Sudah dua hal yang penulis utarakan, makna simbol alat media tradisional dan titah atau sabda raja. Selanjutnya, ada hal yang tak dapat ditinggalkan untuk dipelajari. Hal ketiga yang perlu dipahami seksama adalah adanya pesan melalui prasasti dan candi-candi. Jika kita menyempatkan berkunjung di berbagai daerah di Jawa, maka mudah dikunjungi aneka candi yang tersebar di berbagai daerah. 

Setiap candi memiliki relief di dinding candi, menggambarkan suasana orang-orang di saat itu, baik secara tekstual maupun kontekstual. Penulis masih kesulitan memahami alur cerita di relief itu. Padahal, jika kita dapat mengetahui alur cerita relief candi dan prasasti, maka banyak pelajaran dan hikmah manfaat yang diperoleh. 

Borobudur memiliki corak relief yang berbeda dari candi lainnya, Photo: Penulis saat mengunjungi Borobudur November 2014 | dokpri
Borobudur memiliki corak relief yang berbeda dari candi lainnya, Photo: Penulis saat mengunjungi Borobudur November 2014 | dokpri

Candi Penataran di Blitar memiliki Relief yang mudah dimengerti, Gambaran Candi Hindu. Foto: Penulis saat mengunjungi Candi Penataran pada 2014 Silam | dokpri
Candi Penataran di Blitar memiliki Relief yang mudah dimengerti, Gambaran Candi Hindu. Foto: Penulis saat mengunjungi Candi Penataran pada 2014 Silam | dokpri
Media Komunikasi Era Awal Masuknya Islam

Secara tradisional, Wali Songo sebagai icon atau figur Islamisasi di Nusantara melakukan pendekatan budaya. Media arus bawah menjadi primadona dalam bentuk kesenian dan kebudayaan. Sehingga, substansi makna Islam dapat diterima dengan senang hati oleh masyarakat lintas generasi. Sebagai contoh, Gamelan yang sering dikenal Sekaten pada Keraton Cirebon dan Yogyakarta dibunyikan pada keramaian Gerebeg Maulud. Bahkan, cerita wayang dengan dasar tokoh dari cerita Mahabarata dan Ramayana pun tak terhindar dari modifikasi tokoh. Para wali menggantinya dengan tokoh dan figur Islam.  Ini merupakan fase bahwa Islam dikomunikasikan dengan demokratis, tanpa paksaan dan intimidasi.
Era keterbukaan komunikasi yang demokratis tersebut, juga memberi ruang dialektika problem kehidupan rakyat proletar. Melalui kegiatan seni, aspirasi rakyat dapat tersampaikan di hadapan raja. Uniknya, hal tersebut tanpa menyinggung raja dan pemerintahannya. Wajar jika ada teori menyebut bahwa akar komunikasi nasional bermula dari budaya bangsa.

Media Pers dan Media Lainnya

Jauh sebelum hari ini, banyak pihak mengenal media arus utama raksasa di Indonesia. Nyatanya, hal itu bermula dari embrio yang jarang orang ketahui. Setahun setelah Kebangkitan Indonesia 1908, telah ada media di bumi pertiwi. 1909 E.F.E Douwes Dekker atau Dr. Danudirdjo Setya Budi mulai merintis pers berbahasa melayu. Hal itu karena didasarkan pada pengalamannya menjadi Editor media Belanda, Bataviasche Niewsblad. 

Pada 1910, muncul Surat Kabar Mingguan, sebelum akhirnya menjadi surat kabar harian, yakni Medan Prijaji. R.M Tirtohadisuryo pun menjadi pemimpin redaksi. Pada masa inilah pergulatan dunia jurnalistik berkembang, hingga akhirnya R.M Tirtohadisuryo didaulat sebagai Bapak Jurnalistik di Indonesia. Meskipun, tulisannya berbau sarkastik dan kerap memicu amarah penguasa saat itu. Sehingga, ia pun dipindahkan oleh Belanda ke Lampung. 

Selain Harian Medan Prijaji, berikutnya muncul media pers yang mengusung tema pergerakan politik. Selain berbicara politik, media ini juga berbicara mengenai ekonomi dan perburuhan. Media tersebut dikenal sebagai Surat Kabar Oetoesan Hindia. Dari masa inilah, media banyak bermunculan dengan membawa platform yang sama, yakni: memacu pergerakan kemerdekaan Nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun