[caption id="attachment_217712" align="aligncenter" width="300" caption="(Logo) Visit Aceh Year 2013"][/caption] Hari ini adalah hari pertama Visit Aceh Year 2013. Ribuan turis memadati Banda Aceh dan Sabang sejak beberapa hari yang lalu. Penulis pun tidak mau ketinggalan. Dengan berbekal enam orang rombongan dari Intrepid Thailand, kami memulai hari baik di tahun baik ini. Mereka adalah Andi, tour leader dari Australia. Ada 2 orang lagi dari Australia, yaitu Rick dari Perth dan Paul dari Adelaide. Selanjutnya ada Dave dari Inggris, Wolfgang dari Austria dan Carina dari Helsinki, Finlandia. Tour hari ini juga melihat kesiapan masyarakat Aceh menyambut Tahun Kunjungan Aceh 2013. Kami memulai tour dari pelabuhan Ulee Lheu, tempat penyebrangan kapal menuju Sabang, titik Nol Kilometer Indonesia. Disini rombongan membeli tiket kapal ferry untuk esok harinya ke Sabang. Ternyata, suasananya sangat ramai. Penumpang yang pulang bertahun baru disana dan yang ingin berangkat hampir sama banyaknya. Dua Kapal ferry yang biasanya hanya melayani trip pagi dan sore, sekarang membuka 4 kali penyeberangan, jadi total ada 8 kali penyebrangan dengan Ferry cepat (45 menit) ke dan dari Sabang. Belum lagi kapal lambat (2 jam) yang melakukan hal sama. Namun demikian, masih ada rombongan yang tidak terangkut ke sana, contohnya rombongan dari Seremban Medan yang kehabisan tiket sehingga harus menginap dulu di Banda Aceh. Menurut cerita mereka yang pulang: Sabang full! Banyak wisatawan yang harus bermalam di emperan toko atau di mesjid dan menasah ataupun di pantai karena nggak kebagian tempat. Untungnya rombongan kami sudah mendapat tempat di Freddy Cottage Sumur Tiga, karena sudah booking jauh-jauh hari. Baiklah, berikut ini kami lampirkan beberapa foto kunjungan hari ini. Semoga bermanfaat bagi yang ingin mengunjungi Aceh. Kunjungan pertama kami ialah ke Miracle Mosque, Mesjid Baiturrahim Ulee Lheu. Inilah satu-satunya bangunan yang tersisa di kawasan Ulee Lheu saat tsunami terjadi. Padahal mesjid ini hanya berjarak 50 meter dengan tepian pantai. Selain karena kuasa Tuhan, mesjid ini exist karena arsitektur yang membuat air tsunami lewat merusak. Hanya bagian kaca jendela dan pintu saja yang rusak. Kerajaan Arab Saudi membantu perbaikan mesjid ini kembali.
[caption id="attachment_217665" align="aligncenter" width="403" caption="The Miracle Mosque, Baiturrahim Ulee Lheu"]
Dari mesjid Baiturrahim, kami berjalan kaki menuju Pusat Reseach Tsunami dan Gempa (TDMRC). Bangunan ini dibangun sedemikian rupa, sehingga tidak hanya berfungsi sebagai tempat riset, tetapi juga sebagai escape building, atau tempat penyelamatan diri jika tsunami terjadi lagi. Kami mencoba naik hingga lantai ke tujuh yang tingginya lebih dari 35 meter dari permukaan tanah. Seluruh anggota tour mampu naik hingga ke level paling atas karena desain tangga yang sangat cocok untuk evakuasi. Namun, di bagian paling atas terlihat seperti ada karatan-karatan besi di lantai. Rick, turis dari Perth mengatakan: kemungkinan terjadi korosi besi dalam konkret. Bila tidak ditangani segera, maka gedung ini akan keropos dan roboh 10-15 tahun mendatang. Ini dia foto gedungnya dengan helicopter yang setia menemani.
TDMRC Building, juga sebagai escape building
Dari TDMRC, kami menyebrang ke Makam Massal Tsunami. Di bekas lahan bangunan RSU Meuraksa ini dimakamkan 170.000 korban tsunami. Sebelah kanan makam orang dewasa dan sebelah kiri untuk anak-anak. Kami tidak bisa membayangkan bagaimana para pasien dan keluarganya menyelamatkan diri saat itu. Bekas air terlihat mencapai atap lantai 3 bangunan rumah sakit. Bahkan, air memotong bangunan utama paling depan dan hanya menyisakan lantai dasarnya saja.
[caption id="attachment_217667" align="aligncenter" width="403" caption="Bekas RSU Meuraksa, kalau anda disana, siapa yang akan anda selamatkan: diri atau keluarga (pasien)?"]
Keluarga dari gerbang Makam Tsunami terlihat beberapa tulisan sudah tidak lengkap lagi. Diantaranya: "Allah menguji kamu dengan kebaikan dan keburukan, dan hanya kepada Kami kamu dikembalikan". Lainnya: "Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati" (hanya menunggu giliran saja kali ya..). Di sekeliling makam dihiasi dengan 99 asmaul husna, yaitu nama-nama Allah yang baik, seperti Ar-rahman, Ar-rahim, Al-Malik, Al-Quds, dan lainnya. Makam ini tepat terletak di seberang kantor Pariwisata Kota Banda Aceh. Para pengunjung yang membutuhkan peta, brosur atau info kuliner dan tempat wisata lain boleh minta disini. Silakan jumpai Kak Santi Melvita atau Sayed bagian promosi atau kalau langsung aja jumpa kadisnya yaitu Pak Reza. Mereka sangat welcome untuk membantu.
Dari sini kami menuju Kapal Apung. Kapal 20.000 ton, panjang 60 meter dan tinggi 20 meter yang dibawa oleh tsunami ke darat. Belum ada teknologi yang dapat memindahkan kapal bekas mesin listrik ini kembali ke asalnya, di laut. Disini, atraksi dabus yang sudah disiapkan menanti. Uji coba tontonan baru untuk para turis. Kawan saya Betsy sudah menyiapkan Adit dkk, tanpa ada skenario.
[caption id="attachment_217668" align="aligncenter" width="403" caption="Kapal Apung, no way to return it back. Ssst hati-hati, masih ada mayat dibawahnya"]
Sebelum naik ke atas kapal, Adit mempertunjukkan Seni Debus. Seni menunjukkan kekebalan diri bagi orang Aceh. Sebelumnya, dia meminta salah satu volunteer. Dan kami menanyakan Dave dari Inggris, dia bersedia. Tidak takut. Dengan berani, dia maju ke depan dan Adit memotong tangannya keras-keras dengan pisau yang tajam. Alhamdulillah tidak apa-apa.
Namun tiba-tiba, Adit menarik saya ke tengah-tengah tempat pertunjukan. Ini jelas tidak ada dalam rencana awal. Dia minta saya berbaring. Baju saya bagian perut dibuka. Buah kol ditempatkan diatas perut. Mulailah dia mencincang-cincang kol diatas perut saya, dengan parang tajamnya. Beberapa penonton menahan nafas. Saya menutup mata, sambil memohon perlindungan Yang Maha Kuasa. Sehabis mencincang kol, Adit lebih menggila. Parangnya digorok-gorok dengan keras di kulit perut. Seperti orang memotong kerbau. Saya mulai merasa perih. Untung dia cepat berhenti, kalau tidak mungkin perut saya akan berdarah.
Rupanya tidak, dia belum berhenti. Dia mengambil pisau tajamnya dan mulai komat-kamit membaca doa. Pisau itu didekatkan ke leher saya. Waduh, saya langsung teringat peristiwa Ibrahim-Ismail saat awal penyembelihan korban. Jelas-jelas ini di luar skenario. Saya merasa takut sekali. Bagaimana kalau ada orang/penonton yang ilmunya lebih tinggi dari Adit. Bisa-bisa.... Awwwwww. Kaburrrr... akhirnya saya keluar dari arena pertunjukan. Hah.... Alhamdulillah selamat. Cukup ini yang pertama dan terakhir. Sayang saya nggak sempat ambil foto. Supir saya menyimpan foto, tapi gagal melakukan transfer ke BB saya. Hp cinanya mungkin tidak standar.
Selesai dari sana, kami menuju Museum Tsunami. Banyak sekali pengunjung disini. Sayangnya, museum tutup karena hari libur. Alhamdulillah kami sempat terhibur dengan adanya penampilan para penari-penari cari yang menunjukkan kebolehannya menari "selamat datang". Warning bagi para pengunjung yang ingin ke Museum Tsunami, jangan datang hari libur nasional atau jumat, museum tutup.
[caption id="attachment_217673" align="aligncenter" width="403" caption="Para penari.."]
Dari sini kami pun ke Rumoh Aceh, rupanya disinipun tutup. Akhirnya kamipun singgah minum kopi dulu di warung Maulidar, salah satu guide, sebelum melanjutkan perjalanan ke Rumah di atas boat Lampulo. Dari warung kopi, kami hanya perlu berjalan sedikit lagi kesana.
[caption id="attachment_217675" align="aligncenter" width="403" caption="Boat di atas rumah, tempat singgahan orang dan buaya"]
Dari Lampulo, kami menuju Alue Naga, sebuah tempat yang eksotis dan romantis untuk berdua saja. Kami hanya berhenti sebentar disini, terus menuju Kampung Jacky Chan. Disinilah, kampung para renters. Yaitu mereka yang ketika tsunami terjadi tidak punya tanah atau rumah, tetapi penyewa saja. Jacky Chan dkk menginisiasi 700 rumah untuk para korban tsunami yang berstatus renters ini. Bedanya adalah, bila korban biasa mendapat rumah ukuran 36, para renters hanya mendapatkan rumah type 24, sebab sebagian uang dibelikan tanah (150 m) lebih dahulu. Disini, para turis mendadak jadi model. Ditodong untuk berfoto bersama dengan wisatawan lokal.
[caption id="attachment_217676" align="aligncenter" width="403" caption="Alue Naga: a cozzy and romantic site in Banda Aceh"]
Dari kampung Jacky Chan, kamipun menuju Layeun untuk makan siang dan sholat dhuhur. Cafe Ujong Glee yang biasa kami pakai penuh dengan pengunjung. Ada yang bermobil dan ada juga yang bersepeda motor. Semua gazebo yang terletak diatas bukit penuh semua.
[caption id="attachment_217679" align="aligncenter" width="403" caption="Rick, on writing in such beautiful background"]
Tempat ini memang punya pemandangan yang sangat menawan. Apalagi dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus dari bukit barisan yang membawa butir-butir air yang menyejukkan di tengah siang. Tempat yang sangat cocok untuk makan dan bersantai. Ahhh...bobo dulu ah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI