Mohon tunggu...
Muryanti Sosiologi
Muryanti Sosiologi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

pembelajar mimpi-mimpi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan dan Ekonomi Desa

7 Mei 2014   06:33 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:46 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa harus jadi kekuatan ekonomi

Agar warganya tak hijrah ke kota

Desa adalah kekuatan sejati................

Negara harus berpihak pada para petan

(Iwan Fals dalam albumnya DESA)

Dalam budaya patriarkhi, menempatkan perempuan sebagai orang kedua, kalau dalam bahasanya Simon De Bouva disebut “second hand”, mengingat adanya anggapan organ- organ yang dimiliki oleh perempuan memang sangat tepat menduduki posisi tersebut. Peran kedua perempuan ini selalu menempatkannya sebagai peran domestik, dikarenakan perempuan mempunyai karakteristik lembut, pemelihara, keibuan yang sangat cocok dengan kehidupan domestik itu sendiri. Dimana pekerjaan- pekerjaan dalam rumah tangga meliputi; memasak, mencuci, merawat anak, menjaga rumah, melayani suami, dan pekerjaan rumah tangga lainnya yang itu tidak dibayar dan tidak bernilai secara ekonomi, sehingga tidak banyak orang yang mengangganya sebagai sebuah pekerjaan dibandingkan dengan sektor pekerjaan yang lainnya.pekerjaan publik merupakan sekor pekerjaan yang banyak diinginkan oleh banyak orang karena secara ekonomi memberikan hasil yang tidak sedikit dan secara status sosial di masyarakat juga dibandang tinggi. Sama halnya dengan pekerjaan sektor publik yang tidak dibayarpun banyak masyarakat yang menyandangnya dengan rasa bangga, walaupun tidak menghasilkan uang akan tetapi dari status sosial menempati posisi yang dihormati oleh masyarakat, sehingga orang menyandangnya dengan penuh kebanggaan. Untuk sektor pekerjaan domestik yang dibayar secara ekonomi memberikan penghasilan bagi seseorang yang menekuninya, akan tetapi banyak orang yang kurang PD untuk menjalaninya karena status sosialnya di dalam masyarakat tidaklah tinggi. Sektor pekerjaan yang paling tidak dianggap di mata masyarakat dan orang yang menyandangnya menanggung beban adalah sebagai seorang ibu rumah tangga. Pekerjaan ini paling berat dibandingkan dengan sektor pekerjaan yang lain, akan tetapi banyak orang yang menganggapnya sangat rendah, bukan sebagai sebuah pekerjaan dan tidak dibayar atas nama cinta dan pengabdian kepada keluarga. Sektor pekerjaan ini yang paling banyak dijalani oleh seorang perempuan. Akan tetapi dalam perkembangannya pembagian kerja tersebut tidaklah kaku, tidak selamanya perempuan menempati sektor pekerjaan domestik, justru memerankan dua pekerjaan ganda yakni pekerjaan domestik dan publik.

Pekerjaan ganda ini sangat tampak pada perempuan pedesaan, terutama di Pulau Jawa. Pekerjaan publik yang dimaksud adalah sebagai petani dan buruh tani menggarap lahan miliknya sendiri atau maro dengan orang lain atau menjadi buruh di pabrik yang berada di sekitar desa. Kondisi ini banyak ditemukan di wilayah Yogyakarta bagian Timur, khususnya kecamatan prambanan, dimana industri banyak didirikan di sana. Dalam satu desa terdapat tiga buah pabrik, yakni PTPN X di Sorogedug yang didirikan semenjak pemerintah Kolonial Belanda menjelang abad- 19, yang mengolah tembakau cerutu yang diekspor ke Bremen, German. Gudang Pabrik ini berada di dua lokasi, pertama di Sorogedug sebagai tempat pemrosesan dan yang kedua di Daleman dekat Balai Desa Sumberharjo yang digunakan sebagai gudang sekaligus pemrosesan rokok. Pabrik ini mempunyai koperasi yang dikenal sebagai URAT (Usaha Rakyat). Pabrik yang lainnya yang tergolong baru didirikan adalah; Gajah Oya, perusahaan handycraft skala ekspor, dan PT MAK (Mitra Andalan Kalasan) yang memproduksi furniture untuk rumah sakit, serta pabrik Rokok Sampurna.

Pabrik yang paling lama berada di Prambanan adalah Sorogedug dengan mayoritas perempuan dari berbagai desa di kecamatan Prambanan sebagai buruhnya, sedangkan yang lain baru muncul akhir- akhir ini dengan kondisi yang sama. Pabrik ini mengaketorikan buruh menjadi dua macam, yang pertama buruh tetap yang harus selalu datang ke pabrik dan yang kedua buruh borongan yang mengerjakan borongan ketika ada pesanan ekspor dalam skala besar. Kedua jenis buruh ini banyak dilakukan oleh perempuan pedesaan yang berprofesi utama pertanian, sambil menggarap lahan mereka menjadi buruh di pabrik dengan pembagian waktu sesuai dengan jam kerja di pabrik itu sendiri. Kadang bekerjanya di lahan justru banyak yang dilakukan di malam hari, karena siang harus bekerja di pabrik ataupun sebaliknya. Sehingga sangat nampak bahwa perempuan pedesaan memerankan fungsi ekonomi yang sedemikian tinggi di sektor buruh pabrik (glidig) ataupun pertanian dan harus melakukan beban pekerjaan rumah tangga. Harus diakui bahwa perempuan pedesaan sangat bekerja keras untuk memenuhi tuntutan ekonomi keluarga dan sosial kemasyarakatan. Apakah mereka menjadi kaya dengan pekerjaan yang secara ekonomi sudah sangat menyibukan, bahkan hampir tidak ada waktu untuk diri merea sendiri. Ada sebagian dari mereka yang tergolong sukses, tetapi sebagian besar keluarga perempuan pedesaan juga berada pada level yang sama, menjadi buruh di pabrik yang berbeda, buruh bangunan, ataupun di lain tempat Jakarta dan sebagainya. Banyak faktor penyebabnya, tidak mampunya mereka menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi dari Sekolah Menengah dan banyaknya aktivitas sosial yang menjadi sistem sosial dan merupakan sebuah keharusan dan tidak sedikit jumlahnya. Misalnya sumbang menyumbang yang tidak sedikit jumlahnya, membantu hajatan tetangga, mengurus tetangga yang sakit, pengajian, kerja bakti, dan sebagainya. Apakah lantas mereka dikatakan mengalami kemiskinan yang langgeng? Tentu tidak karena selalu ada perubahan walupun sedikit dan terlalu naif bila kita mengatakan seperti itu karena mereka menjalaninya dengan penuh kerelaan walaupun ada ekspektasi yang lebih baik. Sehingga secara horizontal memang ada perubahan akan tetapi tidak secara vertikal dan teori Geertz tentang involusi pendapatan berlaku dalam perempuan dan masyarakat desa di kecamatan Prambanan. Hal terpenting adalah mengurangi beban- beban ganda ekonomi perempuan pedesaan mengingat dalam konidisi seperti itu kemiskinan selalu tetap melekat dan juga meningkatkan peran ekonomi perempuan pedesaan untuk lebih maju.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun