Menelusuri kebaya dari yang diterakan hingga yang diceritakan.
Abaya, Cabaca, Cambaia atau ...
Di banyak buku tentang kebaya, seperti The Nyonya Kebaya, Kebaya Encim, Â sejarah kebaya hanya menjadi pengantar singkat. Dan hampir semua menuliskan bahwa kebaya berasal dari Bahasa Arab, Abaya, yang berarti tunik panjang. Sementara itu sumber yang lain menyebutnya habayayang artinya pakaian longgar dengan belahan di depan (kaftan). Nah, yang paling banyak dijadikan rujukan tentang asal kata kebaya dalam Bahasa Arab adalah Buku Nusa Jawa: Silang Budaya (1996) karya Denys Lombard yang menuliskan bahwa Kebaya berasal dari bahasa Arab, Kaba yang artinya pakaian.
Sementara itu, Rens Heringa menulis dalam  bukunya Fabric of Enchantment, Batik from the North Coast of Java, 1996, bahwa kebaya berasal dari kata Cambaia, sebuah kota di India, yang mayoritas penduduknya menjadikan wastra sebagai penghidupan dan memperdagangkannya ke hamparan Samudera Hindia. Bahan yang mereka tawarkan adalah kain tipis bernama namsuk yang sesuai untuk daearah panas. Bahan ini kemudian disebut kain Cambaj/kambai (kain kapas bermotif bunga), yang biasanya dikenakan untuk blus longgar buka depan yang dipakai perempuan dan laki-laki pada abad ke-15.
Di antara beberapa kemungkinan, mana yang paling tepat? Mungkin tidak ada. Namun menurut Yudi Achjadi, salah satu tokoh wastra Indonesia, perjalanan kata kebaya ditulis pertama kali oleh Sir Thomas Stamford Raffles dalam buku The History of Java yang cetakan pertamanya terbit pada tahun 1830.
Asal Usut Kebaya
Ketidak pastian dan ketidak mampuan beberapa penggiat kebaya di Indonesia sepertinya turut ambil bagian dari silang sengkarutnya asal-usul kebaya. Sehingga ketika beberapa literatur dikumpulkan sepertinya berjalan sendiri-sendiri. Begitu pula ketika para penggiat tersebut lebih suka berspekulasi tentangnya, jadinya asal-usut. Pada perjalanan di bawah ini, beberapa asal-usul dan asal-usut akan disampaikan dalam kemungkinan-kemungkinan. Manakah logika yang kemungkinannya masuk akal? Mari kita jajaki!
Kemungkinan pertama adalah Eropa, karena Portugis yang terlebih dahulu menginjakkan kakinya di Indonesia, maka muncul asumsi bahwa kebaya berasal dari bentuk baju Portugis yang setelah datang ke tanah Melayu mengalami akulturasi dengan baju tradisional setempat sehingga menjadi bentuk baju kebaya.
Pertanyaannya adalah, baju Portugis yang mana dan baju daerah Indonesia yang mana? Bukankah perjanjian antara Portugis dengan Kerajaan Sunda di Parahyangan gagal karena di musuhi oleh pemerintahan Islam di Demak? Dan penaklukan Portugis beralih ke Maluku dan Indonesia Timur. Jika kebaya melebur budaya di sini, harusnya dari sini pulalah asal mula kebaya. Sayangnya, kemungkinan ini sangat lemah.
Kemungkinan dua, dalam Babad Tanah Jawa juga terungkap bahwa raja, pangeran, hingga para bupati telah mengadopsi gaya berpakaian Eropa dengan jas model terbuka dan pentalon gaya militer Eropa. Eropa yang dimaksud tentu saja VOC di awal abad 16. Perubahan gaya berbusana orang Jawa juga dipengaruhi oleh peraturan wajib menggenakan busana tradisional dari daerahnya masing-masing. Peraturan ini tentu saja memudahkan VOC untuk mengawasi penduduk Batavia yang terdiri dari beragam suku serta membagi masyarakat menurut golongannya.
Dalam buku yang diterbitkan secara terbatas, KoleksiSejarah Indonesia Awal Abad Ke-20 karya Dr Iwan Suwandy, MHA, 2013, dijelaskan bahwa pada masa awal kekuasaan mereka, pria dan perempuan Jawa masih mengenakan kain persegi panjang yang tidak dipotong untuk menutupi tubuh bagian bawah, beragam kain lilit penutup dada dan pinggul, serta kain penutup bahu.